Pelni, INKA, dan ITS Kolaborasi Bangun Bisnis Kontainer Buatan Lokal

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/wsj.
Truk peti kemas melintas di kawasan IPC Terminal Peti Kemas Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (26/10/2021). Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi di kuartal III 2021 dari 4,3 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) menjadi 4,5 persen (yoy).
26/7/2022, 07.50 WIB

Pelni (Persero) bersama PT INKA (Persero) dan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) akan berkolaborasi untuk menghasilkan bisnis peti kemas atau kontainer berpendingin. Ketiga pihak telah menandatangani nota kesepahaman tentang sinergi sarana logistik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan perguruan tinggi.

Assisten Deputi Bidang Teknologi dan Informasi Kementerian BUMN, Muhammad Rizal Kamal mengatakan bahwa penandatanganan ini sesuai arahan Menteri BUMN Erick Thohir terkait inisiatif triple helix dan penta helix.  Walaupun saat ini sudah terklaster, BUMN tidak bisa bekerja sendirian karena hal ini berkaitan dengan ekosistem.

"Ekosistem ini kita tidak bicara dari atau antar BUMN ke BUMN lain seperti value chain nya seperti apa, namun arahan terbaru kita juga diminta untuk memperluas ekosistem kita dengan swasta dan dengan konteks ini adalah dengan dunia pendidikan," jelas Rizal seperti ditulis Antara,  Minggu (24/7).

Sebagai badan usaha, kata Rizal, BUMN diharuskan memberikan keuntungan sebesar-besarnya, demikian juga dalam nilai ekonomi dan sosial bagi Indonesia. Untuk itu, diperlukan kolaborasi antara dunia usaha dengan perguruan tinggi.

"Riset selama ini masih banyak yang menjadi kertas dan tidak tahu hilirnya. Ke depan, kita coba unlocking value model kolaborasi ini. Tentunya, ini kita mulai dari triple helix dulu yakni pemerintah selaku regulator dan mendorong dengan kebijakan, unsur usaha yang kami mula dari BUMN. Ke depan ada swasta dan satu lagi dengan universitas. Dari Pak Menteri, kita diminta memetakan sudah berapa BUMN yang memiliki inisiatif seperti ini," kata Rizal.

Asisten Deputi Hilirisasi Sumber Daya Maritim Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Amalyos Chan, menyampaikan kerja sama tersebut berawal saat pandemi Covid-19. Kementeriannya mendorong INKA melibatkan perguruan tinggi dan pelaku usaha.

Munculnya ide bisnis tersebut terkait dengan kurangnya reefer container (peti kemas berpendingin) baik angkutan dalam negeri maupun ekspor.

"Yang kedua terkait freight cost. Kita mengejar ekspor untuk devisa, di sisi lain belanja modal kita keluar lagi melalui impor. Jadi, devisa yang kita kejar, malah kita keluarkan lagi. Padahal, kolaborasi riset teknologi dengan pelaku usaha dan dukungan pemerintah bisa kita lakukan," katanya.

Ke depan, menurut Amalyos, pihaknya akan banyak menggali inovasi selain yang dilakukan oleh INKA. Ia beranggapan bahwa banyak sekali inovasi yang dapat dilakukan INKA selain bisnis intinya terkait produksi kereta api.

Direktur Pengembangan INKA Agung Sedaju menjelaskan. pengembangan reefer container telah memiliki tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) yang mencapai 60 persen dari target minimal TKDN 40 persen.

"Target utama keunggulan reefer container kami adalah TKDN, untuk bisa mandiri dalam industri kontainer saat ini. Kami juga membuat prototipe yang dioperasikan Pelni selama 3-4 bulan ini. Pada saat awal, kami memang bekerja sama dengan Universitas Brawijaya untuk melihat kebutuhan nelayan seperti apa. Tetapi, setelah operasi, kami akan mengajak ITS untuk memenuhi kebutuhan Pelni, apa yang menjadi kendala uji coba selama tiga bulan ini," katanya.

Dia mengatakan, keunggulan produk kontaner ini yaitu bukan produksi masal seperti yang saat ini masih diimpor. Produksi kontainer juga bisa menyesuaikan dengan kebutuhan Pelni.

"Kontainer standar saat ini 20 ft hingga 40 ft. Tapi, kami menyiapkan yang dibutuhkan hanya 1 ton dan 5 ton karena pulau yang disinggahi kapal Pelni kecil-kecil," katanya.

Direktur Usaha Angkutan Barang dan Tol Laut Pelni, Yossianis Marciano, menyampaikan bahwa setiap tiga bulan pihaknya melakukan evaluasi terhadap prototipe reefer container buatan INKA.

"Kemarin, kita sudah uji coba ke Natuna dan sudah berjalan, tapi memang produktivitasnya akan kita tingkatkan. Sekarang, kita tes lagi untuk wilayah Indonesia timur ternyata produktivitasnya juga semakin meningkat," katanya.

Yossianis menambahkan, tol laut difokuskan ke daerah terpencil, terluar dan terdepan, sehingga masyarakat tidak perlu mengirim produk dalam jumlah besar lagi.

Di Asia Tenggara, Malaysia menjadi negara yang memiliki pergerakan kontainer tertinggi. Peringkat selanjutnya adalah Singapura. Indonesia berada di urutan ke-12 dunia dengan jumlah 11,9 juta teus dan share 1,8 persen terhadap lalu lintas kontainer seluruh dunia.