Pengusaha Semen: Penambang Batu Bara Ogah Jual dengan Harga Domestik

ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas/rwa.
Foto udara aktivitas bongkar muat batu bara di kawasan pantai Desa Peunaga Cut Ujong, Kecamatan Meureubo, Aceh Barat, Aceh, Kamis (9/12/2021).
3/8/2022, 09.16 WIB

Asosiasi Semen Indonesia (ASI) mengatakan pelaku usaha kekurangan pasokan batu bara selama satu semester terakhir. Sebab, mereka kesulitan menggaet penambang batu bara yang bersedia menjual dengan harga domestic market obligation atau DMO US$ 90 per ton.

Ketua ASI Widodo Santoso menjelaskan, dua bulan lalu mereka memperoleh jatah batu bara dari penugasan Kementerian ESDM 2,5 juta ton. Ini dibagikan ke 14 pabrik semen.

Jumlah itu lebih tinggi dari jatah yang diberikan untuk industri pupuk 300 ribu ton.

Namun Widodo mengatakan, kebutuhan batu bara untuk industri semen idealnya delapan sampai 10 juta ton. "Ini 2,5 juta ton. Tiga bulan sudah habis," kata dia dalam Diskusi Publik Badan Layanan Umum (BLU) Batu Bara, Selasa (2/8).

“Ini perlu disampaikan bagaimana kelanjutan untuk tiga bulan mendatang. Nyatanya masih susah mencari perusahaan yang mau jual dengan harga DMO,” tambah dia.

Tahun ini, penambang batu arang wajib menyerahkan 167 juta ton kepada PLN dan 35 juta ton untuk sektor industri, termasuk semen dan pupuk. Masing-masing dijual dengan harga DMO US$ 70 per ton untuk PLN dan US$ 90 per ton untuk industri.

Sedangkan kebutuhan batu bara untuk industri semen tahun ini 16 juta ton. Menurutnya, jumlah ini hanya 4% dari rencana ekspor batu bara 450 juta ton.

Dia mencatat, tingkat konsumsi batu bara di industri semen melonjak usai meredanya Pandemi Covid-19. Pada 2020, serapan emas hitam di pabrik-pabrik semen 13,9 juta ton.

Capaian itu melonjak dibandingkan tahun lalu 14,7 juta ton. "Ada juga pemasok batu bara yang menawarkan harganya di atas DMO. Ini kami laporkan ke Dirjen Minerba. Padahal aturan SK Dirjen itu harus ikut DMO," ujar Widodo.

Mantan Ketua Umum Semen Padang FC itu mengatakan, seretnya suplai pasokan batu bara karena penambang tidak sanggup menyediakannya. Menurut Widodo, ada beberapa pelaku usaha batu bara yang sedang memperbaiki tambang dan sudah terikat kontrak dengan industri non-semen.

"Ini juga kami laporkan. Padahal mereka ekspor besar-besaran. Nah yang repot ini ada 18 badan usaha batu bara yang ditunjuk penugasan tapi tidak merespons," katanya.

Widodo berharap pemerintah segera mengesahkan BLU sebagai pemungut iuran batu bara. Dalam skema BLU, pengusaha semen hanya wajib membayar batu bara US$ 90 per ton.

Selisih antara harga pasar dengan harga wajib industri semen akan ditutup langsung oleh BLU, yang memperoleh dana dari tarikan iuran ekspor para penambang.

"Kami terus terang saja BLU itu wajib karena industri semen hampir sama dengan PLN. Semen termasuk sepuluh barang penting nasional, sama seperti makanan dan listrik," harap Widodo.

Pria yang pernah menjadi salah satu anggota Executive Committee (Exco) PSSI itu memproyeksikan, serapan batu bara di pabrik semen meningkat tiap tahun. Apalagi, saat ini pemerintah mulai membangun proyek Ibu Kota Nusantara (IKN).

"Membangun ibu kota baru membutuhkan 2,5 juta ton per tahun untuk periode 2023 - 2025. Kamu memohon BLU diperhatikan untuk semen bukan hanya PLN," ujar Widodo.

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu