Kenaikan harga bahan bakar minyak atau BBM bersubsidi, terutama solar, diperkirakan akan meningkatkan harga bahan pokok di dalam negeri. Pasalnya, harga solar berkontribusi sekitar 40% dari total biaya logistik di dalam negeri.
Asosiasi Logistik Indonesia atau ALI menyatakan biaya logistik secara umum dapat dibagi menjadi tiga bagian, yakni biaya pergudangan, logistik laut, dan logistik darat. Adapun, biaya logistik darat berkontribusi hingga 50% dari total biaya logistik nasional.
Solar bersubsidi merupakan BBM yang dipakai dalam operasional logistik darat. Adapun, BBM yang dipakai dalam operasional laut umumnya adalah marine fuel oil (MFO).
"Kalau dari sisi dampak kenaikan BBM pada distribusi melalui laut, pelaku usaha masih bisa melakukan hitung-hitungan. Tapi, kalau kenaikan BBM pada logistik darat, sudah ditegaskan jangan dinaikkan," kata Ketua Umum ALI Mahendra Rianto kepada Katadata.co.id yang dikutip Senin (22/8).
Pakar Maritim dari Institut Teknologi Sepuluh November Saut Gurning mengatakan biaya logistik darat bahkan mencapai 50% dari total biaya logistik di dalam negeri. Adapun, harga BBM berkontribusi sebanyak 40%-60% baik di logistik darat maupun laut.
Dengan demikian, Saut mengatakan, perubahan harga BBM akan berdampak pada 42% dari total biaya logistik di dalam negeri. Menurutnya, kenaikan biaya logistik akan berdampak langsung pada komoditas yang tidak diolah atau diolah dengan teknologi rendah.
Artinya, Saut menilai, komoditas yang akan paling berdampak pada kenaikan solar bersubsidi adalah bahan pokok dan hasil produksi industri makanan dan minuman. Kementerian Pertanian atau Kementan mendata ada 12 bahan pokok yang diawasi pemerintah, yakni beras, jagung, bawang merah, bawang putih, cabe keriting, cabe rawit, gula pasir, minyak goreng, kedelai, daging sapi, daging ayam, dan telur ayam.
Hal ini disebabkan margin yang didapatkan pelaku industri komoditas tersebut tidak terlalu besar. Artinya, kenaikan bahan baku akan langsung disalurkan ke harga jual. Pada saat yang sama, Saut menilai industri berteknologi tinggi tidak akan terpengaruh dari kenaikan harga solar bersubsidi.
Saut menjelaskan margin yang dimiliki industri berteknologi cukup tinggi, sehingga kenaikan harga bahan baku masih bisa diserap oleh pelaku industri. Beberapa produk hasil industri berteknologi tinggi yang dimaksud adalah produk otomotif dan produk elektronika.
Maka dari itu, Saut menyarankan agar pemerintah melonggarkan subsidi secara terbatas. Dengan kata lain, pemerintah hanya mengurangi dampak kenaikan BBM pada komoditas pokok maupun berteknologi rendah.
"Yang dijaga adalah industri yang dekat dengan masyarakat, selain itu bahan pokok dan penting itu dijaga pemerintah. Bantalan-bantalan sosial terus diberikan," kata Saut kepada Katadata.co.id.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan pemerintah tengah menyusun skema penyesuaian harga BBM. Upaya tersebut dilakukan untuk mengurangi beban subsidi dan kompensasi energi tersebut.
Adapun saat ini, pemerintah masih di tahap menghitung beberapa skenario penyesuaian subsidi dan kompensasi energi dengan memperhatikan dampaknya terhadap masyarakat. Dia juga menyatakan, harga BBM di Indonesia relatif lebih murah dibandingkan mayoritas negara di dunia.
"Langkah yang disimulasikan termasuk skenario pembatasan volume. Pemerintah akan terus mendorong penggunaan aplikasi MyPertamina untuk mendapatkan data yang akurat sebelum pembatasan diterapkan," ujar Luhut dalam keterangan resmi, Minggu (21/8).
Isu harga bahan bakar minyak (BBM), terutama BBM subsidi seperti Pertalite dan Solar, terus bergulir. Indikasi kenaikan harga BBM ini terlihat ketika anggaran subsidi dan kompensasi energi di Indonesia pada tahun 2022 membengkak sampai Rp 502 triliun.
Dengan rincian, subsidi sebesar Rp208,9 triliun dan kompensasi Rp293,5 triliun. Dengan besarnya subsidi yang digelontokan pemerintah untuk BBM, harga BBM di Indonesia bahkan termasuk murah jika dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara.
Menurut laporan Global Petrol Prices, negara yang tercatat memiliki harga BBM termurah di Asia Tenggara adalah Malaysia, yakni Rp6792,6 per liter (BBM setara RON 95). Di atasnya ada Vietnam dengan harga BBM Rp15.939,6 per liter.
Adapun Indonesia merupakan negara dengan harga BBM termurah ketiga di kawasan, yakni Rp17.320 per liter. Sedangkan, Singapura menjadi negara dengan harga BBM termahal di Asia Tenggara, yaitu Rp29.015 per liter.