55% Kebun Sawit Belum Bersertifikat ISPO, Jadi Syarat Wajib Mulai 2025

Katadata
Webinar Sustainability Action For The Future Economy (SAFE) 2022 atau Katadata SAFE 2022 dengan tema "Recover Stronger Recover Sustainable", Rabu (24/8).
24/8/2022, 17.40 WIB

Kepemilikan sertifikat Indonesian Sustainable Palm Oil atau ISPO akan menjadi syarat wajib bagi pekebun sawit mulai 2025. Namun demikian saat ini, masih banyak kebun sawit yang berlum bersetifikat ISPO.

Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit atau BPDPKS mendata luas lahan yang telah mendapatkan sertifikat ISPO baru mencapai 5,78 juta hektare hingga Maret 2021. Angka tersebut baru setara dengan sekitar 45% dari total lahan perkebunan kelapa sawit produktif yang mencapai 12,6 juta hektare pada 2021.

Ketua Forum Petani Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia atau Fortasbi, Narno, mengatakan petani belum bisa merasakan keuntungan dari memiliki sertifikasi ISPO. Saat ini, harga tandan buah segar (TBS) sawit dari kebun yang telah memiliki sertifikat ISPO masih sama dengan TBS umum.

"Jadi, ketertarikan petani untuk mendapatkan sertifikasi ISPO masih minim," kata Ketua Fortasbi, Narno, dalam webinar Sustainability Action For The Future Economy (SAFE) 2022  atau Katadata SAFE 2022 dengan tema "Recover Stronger Recover Sustainable", Rabur Sustainability Action For The Future Economy (SAFE) 2022, Rabu (24/8).

Narno menilai hal tersebut disebabkan oleh belum diakuinya ISPO oleh pasar. Dengan demikian, pasar tidak memberikan kredit atau harga premium kepada produk-produk yang menggunakan TBS dari kebun bersertifikat ISPO.

 Oleh karena itu, Narno mengatakan, kebanyakan petani masih memilih untuk mendapatkan sertifikasi Roundtable Sustainable Palm Oil atau RSPO karena sudah diakui pasar. Alhasil, harga TBS yang dinikmati petani dengan sertifikat RSPO lebih tinggi dari TBS pada umumnya.

Berdasarkan data RSPO, sebanyak 40 kelompok petani swadaya yang bersertifikat RSPO telah menerima premi senilai US$ 3,08 juta atau setara dengan Rp 45,3 miliar pada April 2021 - Maret 2022. Total petani swadaya yang memiliki sertifikasi RSPO pada April 2021 - Maret 2022 adalah 10.936 petani. Artinya, pendapatan tambahan yang didapatkan petani bersertifikat RSPO adalah sekitar Rp 4,14 juta per tahun.

Di samping itu, Narno menilai petani kelapa sawit di dalam negeri masih kekurangan informasi terkait aturan kepemilikan sertifikat ISPO. Pasalnya, lokasi petani kelapa sawit umumnya jauh dari perkotaan dan sumber informasi.

Maka dari itu, Narno menyarankan agar pemerintah meningkatkan intensitas sosialisasi kepemilikan sertifikat ISPO di 24 provinsi produsen sawit nasional. Narno mendorong pemerintah melakukan sosialisasi tersebut bersama lembaga swadaya masyarakat agar capaian sosialisasi tersebut lebih luas.

Rendahnya sosialisasi tersebut terlihat dari penyaluran dana bantuan sarana dan prasarana BPDPKS pada 2021. Sebagai informasi, BPDPKS dapat menyediakan pembiayaan kepada pekebun kelapa sawit yang dikategorikan dalam delapan kelompok, salah satunya pembiayaan sertifikasi ISPO.

BPDPKS tercatat telah mengeluarkan dana bantuan sarana dan prasarana senilai Rp 30,7 miliar kepada 10 lembaga pekebun di 5 provinsi. Namun demikian, tidak ada penyaluran pendanaan untuk keperluan sertifikasi ISPO pada tahun lalu.

Deputy Director RSPO, Windrawan Inantha, mengatakan bahwa perkembangan terkait keberlanjutan di perkebunan kelapa sawit cukup menggembirakan karena ada Instruksi Presiden No 6-2019 tentang Rencana Aksi Nasional Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Tahun 2019-2024. Selain Inpres, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Pertanian No. 38-2020 tentang Penyelenggaraan Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia.

Indrawan mengatakan,  kedua peraturan tersebut mendorong pekebun untuk menerapkan praktik berkelanjutan dalam perkebunan kelapa sawit. Selain itu, pemerintah telah mewajibkan kepemilikan sertifikat ISPO melalui Permentan No. 28-2022.

"Akan ada pembaruan dalam proses sertifikasi ISPO pada akhir tahun ini. Namun, masih perlu ada beberapa diskusi lebih lanjut sebelum proses sertifikasi tersebut dijadikan aturan pada akhir 2022," ujarnya.

Indrawan mendata total sertifikat RSPO yang telah diterbitkan secara global mencapai 5.312 unit yang tergabung dalam 7 kategori. Seluruh sertifikat RSPO tersebut merepresentasikan 6,4 juta hektar lahan kebun kelapa sawit di seluruh dunia.

Dengan kata lain, total lahan kebun kelapa sawit yang dinilai telah berkelanjutan baru mencapai 19% dari total lahan kebun kelapa sawit global. Kapasitas produksi CPO dari luas lahan tersebut mencapai 14,8 juta ton dari hasil produksi 6.148 fasilitas produksi.

 Indrawan mencatat sekitar 74,32% dari total produksi kebun bersertifikat RSPO berasal dari Indonesia. Adapun, sebanyak 4 juta ton dari CPO tersebut dijual ke negara-negara di Benua Eropa.

Namun demikian, mayoritas CPO tersebut atau sekitar 7 juta ton dijual kepada perusahaan pengolah CPO yang tidak menerapkan prinsip ketelusuran. Indrawan menilai hal tersebut disebabkan oleh masih minimnya kesadaran konsumen di dalam negeri akan produk olahan CPO yang menggunakan bahan baku berkelanjutan.

"Collective action antara pelaku industri, asosiasi, RSPO, lembaga swadaya masyarakat, bahkan konsumen harus bekerja bersama untuk membuat kesadaran bahan baku berkelanjutan," kata Indrawan.

Reporter: Andi M. Arief