Sri Mulyani Tegaskan Proyek Kereta Cepat Berlanjut Meski Gunakan APBN

ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/rwa.
Pekerja menyelesaikan pengerjaan proyek tunnel dua Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) di Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, Selasa (21/6/2022).
25/8/2022, 22.05 WIB

Pemerintah mengaku masih merundingkan soal skema pembagian beban atas pembengkakan biaya atau cost overrun dari proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB). Hal ini untuk menghindari proyek ini berujung mangkrak dan justru merugikan.

"Jadi kalo sudah jadi proyeknya, sudah ada terowongannya, dan akan jadi, ya harus kita jadikan saja, karena nggak mungkin akan jadi mangkrak, tidak akan memberikan hasil positif ke ekonomi," kata Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Komite IV DPR RI, Kamis (25/8).

Ia mengaku sudah menerima hasil audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terkait cost overrun dari proyek tersebut. Namun ia tidak menyebut besaran hasil temuan dari lembaga audit internal pemerintah tersebut.

Bendahara negara itu mengatakan kepemilikan modal dari masing-masing konsorsium berimplikasi terhadap besaran pembengkakan biaya yang harus ditanggung. Artinya, beban atas pembengkakan biaya tersebut yakni 60% untuk Indonesia dan 40% untuk konsorsium Cina.

"Tidak semuanya, tapi sebagian dalam bentuk modal baru ditambah adanya pinjaman, nah ini yang sedang kita rundingkan," kata Sri Mulyani.

Adapun besaran beban yang harus ditanggung tersebut di luar dari suntikan modal yangs telah diberikan pemerintah belum lama ini. Pemerintah memberikan Penyertaan Modal Negara RP 4,3 triliun kepada PT KAI. Dana tersebut hanya untuk memenuhi setoran modal awal yang seharusnya sudah dipenuhi konsorsium Indonesia.

Sri Mulyani juga kembali mengungkit cerita awal mula APBN akhirnya terpaksa masuk ke dalam proyek ini dari rencana awal hanya dengan skema business-to-business (B2B). Menteri BUMN saat itu mengaku tidak memerlukan APBN untuk proyek tersebut karena perusahaan pelat merah yang masuk dalam konsorsium itu punya aset yang cukup untuk menyetor modal awal.

Sayangnya, setelah dihitung, aset yang dimiliki BUMN konsorsium tidak cukup. "Maka kemarin dengan perubahan Perpres kami memberikan PMN ke PT KAI sebesar Rp 4,3 triliun," kata Sri Mulyani.

 APBN kini masuk menutupi kebutuhan proyek ini. Namun, Sri Mulyani memastikan pihaknya akan transparan dengan uang negara yang mengalir ke proyek tersebut. Kalaupun menyedot APBN, ia memastikan sudah berdasarkan landasan hukum yang jelas dan dipertanggungjawabkan maksimal melalui audit BPKP.

"Sama seperti banyak negara-negara di dunia ya kita akan terus mencoba membangun infrastruktur secara perencanaan lebih baik, eksekusi lebih baik sehingga berbagai tidak menimbulkan simpang siur terutama mengenai peranan APBN dalam proyek tersebut," kata Sri Mulyani.

Berdasarkan catatan Katadata, terdapat lima penyebab pembengkakan proyek kereta cepat. Pertama, adanya kenaikan dari EPC sekitar US$ 600 juta hingga US$1,2 miliar. Itu terjadi karena adanya kenaikan harga sebesar US$500 juta hingga US$1,1 miliar, adanya relokasi jalur utilitas, fasiiltas umum, dan fasilitas sosial US$100 juta, dan pekerja tambahan sebesr US$50 juta hingga US$100 juta.

Kedua, adanya pembebasan lahan dengan kenaikan US$300 juta. Total area lahan yang dibebaskan naik 31% menjadi 7,6 juta m2, sedangkan total biaya naik 35% dari alokasi anggaran awal. Selain itu belum semua lahan selesai dibebaskan dari Juni 2018 hingga 2019 sehingga menyebabkan keterlambatan penyeragan lahan kepada kontraktor.

Ketiga, adanya pembengkakan biaya keuangan sebesar US$200 juta. Hal ini disebabkan keterlambatan proyek sehingga beban keuangan interest during construction membengkak.

Keempat, kenaikan sebesar US$200 juta pada biaya kantor pusat dan pra operasi. Kenaikan ini juga disebabkan karena adanya keterlambatan proyek. Selain itu, biaya konsultan keuangan, pajak, dan hukum belum dianggarkan.

Terakhir, biaya lainnya seperti biaya GSM-R (Global System For Mobile Communication-Railway) dengan Telkomsel untuk keperluan komunikasi belum dianggarkan. Biaya lainnya mengalami kenaikan US$ 50 juta.

Reporter: Abdul Azis Said