Peternak dan Pedagang Pasar Khawatir Harga BBM Naik: Beban Makin Berat

ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/rwa.
Peternak melihat kualitas telur ayam di Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat, Rabu (24/8/2022).
26/8/2022, 16.22 WIB

Peternak ayam potong dan pedagang pasar keberatan jika harga bahan bakar minyak bersubsidi naik. Hal itu akan menyebabkan biaya logistik meningkat dan mempengaruhi harga pangan. 

Sekretaris Jenderal Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia atau Pinsar, Mukhlis, mengatakan kenaikan bahan bakar minyak akan menambah tekanan pada margin peternak ayam potong. Saat ini, peternak ayam potong hanya menerima Rp 17.000 per ekor ayam, sedangkan biaya produksi yang ditanggung mencapai Rp 20.500 per ekor.

Dengan kata lain, saat ini peternak ayam potong sedang mengalami kerugian hingga Rp 3.500 per ekor akibat kelebihan pasok. Kenaikan BBM akan meningkatkan biaya produksi dan menambah kerugian peternak ayam nasional.

"Harga Acuan Penjualan terbaru di konsumen seharusnya Rp 36.750 per ekor, tapi realitanya saat ini Rp 33.000 per ekor. Kalau harga seperti itu, beban yang kami tanggung berat karena biaya produksi kami tinggi. Dengan BBM yang tinggi, margin kami makin anjlok," kata Mukhlis kepada Katadata.co.id, Jumat (26/8).

 Dampak langsung dari peningkatan BBM kepada peternak ayam potong adalah naiknya biaya transportasi ternak ayam. Menurutnya, biaya transportasi ternak kepada biaya produksi adalah Rp 200 - Rp 300 per ekor.

Walaupun hanya 2,24% dari total biaya produksi, Mukhlis menilai peningkatan BBM akan mengikis margin peternak ayam nasional.

Sekretaris Jenderal  Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi), Reynaldi Sarijowan, mengatakan pedagang pasar menolak kenaikan harga BBM. Menurutnya, kenaikan BBM akan berdampak signifikan pada harga pangan di daerah pusat konsumsi seperti DKI Jakarta.

Jika harga BBM harus naik, Reynaldi mendorong agar pemerintah memberikan subsidi dalam proses logistik sembilan bahan pokok dan penting. Dengan demikian, harga bahan pokok di pasar dapat ditekan walau BBM naik.

"Jadi, harus imbang. Tidak hanya menaikkan harga BBM, tapi bahan pokok kita ini harus terdistribusi secara merata dan ada subsidinya kalau harga BBM naik," kata Reynaldi kepada Katadata.co.id.

Apabila pemerintah tidak bisa memberikan subsidi logistik, Reynaldi meminta pemerintah menunda kenaikan harga BBM. 
"Harga BBM kan penting, nggak bisa ujug-ujug harga naik. Harus betul-betul dikaji lagi," kata Reynaldi.

 Asosiasi Logistik Indonesia atau ALI menyatakan biaya logistik secara umum dapat dibagi menjadi tiga bagian, yakni biaya pergudangan, logistik laut, dan logistik darat. Adapun, biaya logistik darat berkontribusi hingga 50% dari total biaya logistik nasional.

Solar bersubsidi merupakan BBM yang dipakai dalam operasional logistik darat. Adapun, BBM yang dipakai dalam operasional laut umumnya adalah marine fuel oil (MFO).

"Kalau dari sisi dampak kenaikan BBM pada distribusi melalui laut, pelaku usaha masih bisa melakukan hitung-hitungan. Tapi, kalau kenaikan BBM pada logistik darat, sudah ditegaskan jangan dinaikkan," kata Ketua Umum ALI Mahendra Rianto kepada Katadata.co.id yang dikutip Senin (22/8).

Pakar Maritim dari Institut Teknologi Sepuluh November, Saut Gurning, mengatakan biaya logistik darat bahkan mencapai 50% dari total biaya logistik di dalam negeri. Adapun, harga BBM berkontribusi sebanyak 40%-60% baik di logistik darat maupun laut.

Dengan demikian, Saut mengatakan, perubahan harga BBM akan berdampak pada 42% dari total biaya logistik di dalam negeri. Menurutnya, kenaikan biaya logistik akan berdampak langsung pada komoditas yang tidak diolah atau diolah dengan teknologi rendah.

Artinya, Saut menilai, komoditas yang akan paling berdampak pada kenaikan solar bersubsidi adalah bahan pokok dan hasil produksi industri makanan dan minuman. Kementerian Pertanian atau Kementan mendata ada 12 bahan pokok yang diawasi pemerintah, yakni beras, jagung, bawang merah, bawang putih, cabe keriting, cabe rawit, gula pasir, minyak goreng, kedelai, daging sapi, daging ayam, dan telur ayam.

 Jika dilihat secara global, Indonesia termasuk ke dalam jajaran negara pemberi subsidi BBM kendaraan terbesar setelah Arab Saudi, Venezuela, Algeria, Libya, dan Iran.

Menurut data International Energy Agency (IEA), pada tahun 2020 nilai subsidi BBM kendaraan Indonesia sebesar US$2,44 miliar dan menjadi yang terbesar ke-6 di dunia.

Reporter: Andi M. Arief