Pemerintah tengah memacu produksi kedelai dari dalam negeri. Salah satu caranya dengan mengimpor benih kedelai hasil rekayasa genetik atau GMO mulai 2023.
Badan Pangan Nasional mengatakan impor benih kedelai hasil rekayasa genetika atau GMO dapat menekan harga kedelai di dalam negeri. Pasalnya, biaya unit produksi akan tertekan peningkatan panen dari hasil rekayasa benih kedelai.
Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi menghitung produktivitas kedelai di dalam negeri hanya sekitar 1,4 ton per hektar. Sementara itu, hasil panen dengan benih kedelai GMO dapat mencapai 2,5 ton per hektar atau lebih dari dua kali lipat dari kondisi panen kedelai saat ini.
"Artinya biaya produksi per unit lebih murah kalau pakai benih kedelai GMO. Saat ini tinggal dilihat residu dan batas food grade benih yang akan dipakai," kata Arief di Pasar Minggu, Jakarta, Jumat (2/9).
Arief mengatakan, Presiden Joko Widodo telah menginstruksikan Kementerian Pertanian dan Badan Riset dan Inovasi Nasional untuk mempelajari potensi penggunaan benih kedelai GMO di dalam negeri. Pasalnya, saat ini kedelai impor yang ada di dalam negeri berasal dari Amerika Serikat dan hasil rekayasa genetik.
Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono mengatakan impor benih kedelai hasil rekayasa genetik atau GMO akan dilakukan mulai 2023. Langkah tersebut akan dilakukan sembari petani domestik berusaha memproduksi benih kedelai di dalam negeri.
"Kenapa impor benih GMO dilarang? Wong kita impor kedelai GMO, makan sehari-hari, dan enggak mutasi," kata Kasdi.
Berdasarkan data Bapanas, rata-rata nasional harga kedelai di dalam negeri pada hari ini mencapai Rp 13.690 per kilogram (Kg). Harga kedelai tertinggi ada di Kalimantan Utara, mencapai Rp 15.330 per Kg. Sedangkan terendah ada di DI Yogyakarta atau senilai Rp 12.790 per Kg.
Saat ini, harga kedelai di penjuru negeri lebih tinggi 20% dari harga eceran tertinggi (HET) senilai Rp 9.600 per Kg. Kementerian Pertanian mencatat, sekitar 86,4% kebutuhan kedelai berasal dari impor. Selain karena minimnya ketersediaan kedelai lokal, pengrajin juga lebih memilih kedelai impor karena kualitasnya yang dianggap lebih bagus.
Sedangkan Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor kedelai pada tahun 2021 mencapai US$1,482 miliar atau Rp 21,04 triliun. Nilai tersebut meningkat 479,4 juta atau 47,78% dibandingkan tahun sebelumnya.
Volume impor kedelai mencapai 2,49 juta ton, atau naik 0,58% dibandingkan tahun sebelumnya. Amerika Serikat menjadi pemasok utama kedelai impor dengan nilai impor mencapai US$1,29 miliar atau Rp 18,32 triliun. AS juga memasok sekitar 87% dari kebutuhan kedelai impor Indonesia.