Pemerintah menetapkan bahwa seluruh produk makanan, minuman, obat-obatan, hingga kosmetik wajib memiliki sertifikat halal pada 2024. Namun demikian, pelaku industri menilai diperlukan upaya percepatan agar target tersbeut bisa tercapai.
Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia, Adhi Siswaya Lukman, mengatakan bahwa dirinya khawatir jika target sertifkasi halal pada 2024 tersebut tidak tercapai. Oleh sebab itu, perlu ada upaya dari berbagai pihak untuk mencapai target tersebut.
"Undang-undang JPH sekarang memang berjalan dengan baik, cuma memang perlu percepatan. Karena nanti tahun 2024 sudah wajib bersertifikat halal untuk semua makanan dan minuman," kata Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia, Adhi Siswaya Lukman di Jakarta, Rabu (7/9).
Dia mengatakan, Badan Penyelenggaran Jaminan Produk Halal sebagai penyelenggara sertifikasi perlu menambah infrastruktur dan sumber daya manusianya agar pengerjaannya bisa lebih cepat. Dengan demikian, sertifikasi halal bisa mendukung seluru produk termasuk pelaku usaha kecil dan menengah.
"Karena 2024 juga sudah dekat nih, tinggal satu tahun empat bulanlah.Saya percaya BPJPH harusnya mampu tapi perlu didukung oleh semua pihak," ujarnya.
Adhi menambahkan saat ini pertumbuhan industri makanan dan minuman masih terus tumbuh positif setelah sempat melambat akibat Covid-19. Pada 2020 dan 2020, industri makanan dan minuman tumbuh masing-masing 1,58% serta 2,54%. Sementara hingga semester I 2022, pertumbuhan industri makanan dan minuman mencapai 3,68%.
"Kita masih belum normal karena industri makanan dan minuman biasanya tumbuh sekitar 7-10%," kata Adhi.
Namun demikian, investasi industri makanan dan minuman mulai menggeliat dengan membukukan Rp 42 triliun pada Semester I 2022. Menurut Adhi, rata-rata investasi sektor makanan dan minuman biasanya mencapai Rp 65 triliun per tahun. Artinya investasi telah mencapai 64% dari rata-rata tahunan pada enam bulan pertama 2022.
Menurut laporan Global Muslim Travel Index (GMTI), pada tahun 2022 Malaysia merupakan negara destinasi wisata halal terbaik di skala global dan Asia Tenggara.
GMTI membuat pemeringkatan ini melalui empat indikator penilaian utama, yakni kemudahan akses ke tempat wisata, fasilitas komunikasi, keamanan dan keberlanjutan lingkungan, serta kualitas pelayanan.
Hasilnya, Malaysia berhasil mendapat skor 74 poin dari 100. Sedangkan Indonesia mendapat skor 70 poin, menjadikannya berada di posisi kedua di skala global dan Asia Tenggara.