RI Berpotensi Jadi Raja Rumput Laut, tapi Lahannya Baru Tergarap 0,8%
Indonesia memiliki luas lahan marikultur sebesar 12,3 juta hekatare yang menjadikannya berpotensi sebagai raja rumput laut dunia. Namun demikian, potensi lahan marikultur tersebut baru tergarap 102 ribu hektare atau sekitar 0,8%.
Marikultur adalah salah satu bentuk usaha akuakultur yang melibatkan penambakan organisme laut, seperti rumput laut, untuk dijadikan makanan atau produk lain. Berdasarkan data Asosiasi Pangan Dunia 2020, Indonesia merupakan produsen rumput laut terbesar kedua di dunia di bawah China. Indonesia memasok bahan baku rumput laut khusus untuk jenis Euchema cottonii.
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Tb Haeru Rahayu, mengatakan bahwa pihaknya memberikan dukungan penuh untuk daerah-daerah potensial yang mau mengembangkan rumput laut. Termasuk di antaranya adalah rumput aut dari hasil budidaya di Tual dan Maluku Tenggara.
"Rumput laut produksi Tual dan Maluku Tenggara berpotensi sebagai komoditas unggulan ekspor, karena kondisi lingkungan yang masih bagus, sehingga pertumbuhan rumput laut lebih cepat dan memiliki kandungan karagenan yang lebih tinggi,” tutur Haeru saat memaparkan prospek pengembangan budidaya rumput laut di depan Presiden Joko Widodo pada kunjungan kerja di Tual, Rabu (14/9).
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), produksi rumput laut di Indonesia tersebar di 23 provinsi. Peringkat lima besar provinsi penghasil rumput laut adalah Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Utara, Sulawesi Tengah, dan Nusa Tenggara Barat.
Rumput Laut Ramah Lingkungan
Tebe mengatakan, rumput laut memilki berbagai keunggulan seperti mudah diaplikasikan dan cepat dipanen. Budidaya rumput laut juga menyerap banyak tenaga kerja dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir.
Praktik budidaya rumput laut ramah lingkungan, emisi rendah karbon, mereduksi polutan dan berpotensi sebagai renewable resources. “Rumput laut itu unik, dan ini sangat merakyat. Tapi jika dikembangkan maksimal bisa menjadi sumber ekonomi besar,” ujar Tb Haeru.
Kementerian Kelautan dan Perikanan melakukan terobosan-terobosan untuk terus mengembangkan rumput laut. Salah satunya dengan penyediaan bibit rumput hasil teknologi kultur jaringan yang dinilai dapat memperbaiki mutu bibit rumput laut.
Kepala Balai Perikanan Budidaya Laut (BPBL) Ambon, Sarwono, menambahkan, keunggulan bibit rumput laut hasil kultur jaringan antara lain lebih toleran pada kondisi cuaca yang kurang baik. Selain itu, pengembangbiakan kultur jaringan dapat menghasilkan jumlah bibit yang banyak dan cepat.
Berdasarkan catatan KKP, prospek potensi pengembangan budidaya rumput laut di Kota Tual berada di tiga kecamatan dengan jumlah pembudidaya sebanyak 1.335 orang. Nilai dari budidaya rumput laut yang diperoleh per tahun mencapai kurang lebih Rp 6,65 miliar.
Sementara, budidaya rumput laut di Kabupaten Maluku Tenggara berada di 10 kecamatan, dengan jumlah pembudidaya sebanyak 1.929 orang. Nilai dari budidaya rumput laut yang diperoleh per tahun mencapai kurang lebih Rp141,5 miliar.