India Larang Ekspor Beras, Indonesia jadi Negara Paling Terdampak

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/foc.
Pekerja memanggul karung berisi beras di Pasar Induk Cipinang, Jakarta, Rabu (14/9/2022).
21/9/2022, 11.35 WIB

India memperketat ekspor beras sebagai upaya untuk mengendalikan harga komoditas tersebut di negaranya mulai 9 September 2022. Lembaga Riset Nomura mengatakan jika Indonesia dan Filipina merupakan negara yang paling rentan terhadap kebijakan tersebut.

Negara yang merupakan pengekspor beras terbesar dunia tersebut melarang ekspor broken rice dan juga mengenakan pajak ekspor 20% pada beberapa varietas. India menyumbang sekitar 40% dari pengiriman beras global dan mengekspor ke lebih dari 150 negara.

Ekspor beras India mencapai 21,5 juta ton pada 2021. Jumlah tersebut lebih dari total pengiriman dari empat pengekspor biji-bijian terbesar berikutnya yaitu Thailand, Vietnam, Pakistan dan Amerika Serikat.

"Tetapi produksi telah menurun sebesar 5,6% year-on-year pada 2 September mengingat curah hujan di bawah rata-rata mempengaruhi panen, kata laporan Nomura dikutip dari CNBC International, Rabu (21/9).

Bagi India, curah hujan Juli dan Agustus sangat penting karena menentukan berapa banyak beras yang akan ditanam. "Tahun ini, pola hujan monsun yang tidak merata selama bulan-bulan tersebut telah mengurangi produksi, kata Sonal Varma, kepala ekonom di perusahaan jasa keuangan.

Awal tahun ini, negara Asia Selatan itu telah membatasi ekspor gandum dan gula untuk mengendalikan kenaikan harga lokal karena perang Rusia-Ukraina. Kebijakan tersebut telah menyebabkan pasar pangan global bergejolak.

Indonesia paling terdampak

Pemerintah India baru-baru ini mengumumkan bahwa produksi beras selama Juni dan Oktober bisa turun 10 hingga 12 juta ton. Hal ini menyiratkan bahwa hasil panen bisa turun sebanyak 7,7% dibanding periode yang sama tahun lalu.

“Dampak larangan ekspor beras oleh India akan dirasakan baik secara langsung oleh negara-negara yang mengimpor dari India maupun secara tidak langsung oleh seluruh importir beras, karena berdampak pada harga beras global,” kata Nomura.

Temuan dari Nomura mengungkapkan bahwa harga beras tetap tinggi tahun ini, dengan kenaikan harga di pasar eceran mencapai sekitar 9,3% YoY pada Juli, dibandingkan dengan 6,6% pada 2022. Inflasi harga konsumen (CPI) beras juga melonjak 3,6% tahun-ke-tahun pada Juli, naik dari 0,5% pada 2022.

Nomura menyebutkan, Filipina, adalah negara di Asia yang paling berisiko terhadap harga yang lebih tinggi. Negara tersebut mengimpor lebih dari 20% kebutuhan konsumsi berasnya, 

Larangan ekspor beras India juga akan merugikan Indonesia. Indonesia kemungkinan akan menjadi negara kedua yang paling terkena dampak di Asia.

Nomura melaporkan bahwa harga beras di Indonesia berkontribusi sekitar 15% terhadap indeks harga konsumen. Indonesia juga masih mengimpor kebutuhan berasnya sebanyak 2,1%.

Di Indonesia, Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional mencatat rata-rata harga beras kualitas medium I (per kg) harian di pasar modern di beberapa provinsi tercatat Rp 13,4 ribu per kg, data per Senin, 19 September 2022. Secara keseluruhan, rata-rata minggu ini turun dibandingkan rata-rata pekan sebelumnya yang tercatat Rp. 13,41 ribu per kg.