Indonesia tengah menghadapi gugatan Uni Eropa soal larangan ekspor nikel. Belum juga proses gugatan usai, Indonesia akan kembali melarang ekspor bahan tabang lainnya yaitu timah batangan dan bauksit mulai 2023.

Menteri Investasi, Bahlil Lahadalia, mengatakan telah mendorong pelaku industri timah eksisting untuk membangun fasilitas produksi hilirisasi. Pasalnya, pemerintah mulai melakukan penataan ekspor timah batangan pada tahun depan.

"Pengusaha ini banyak akalnya, minta penataan ekspor bertahap lah. Dalam hitungan saya, penetapan ekspor secara menyeluruh tidak ada kerugian yang akan dialami pelaku usaha," kata Bahlil di Kantor Kementerian Investasi, Senin (26/9).

Bahlil mengatakan, sejauh ini ada dua skema yang diterapkan dalam penataan ekspor timah pada 2023. Pertama, orang yang bisa mengekspor timah adalah pelaku usaha yang telah memiliki fasilitas peleburan atau smelter timah.

Menurutnya, pelaku usaha yang sedang dalam proses pembangunan smelter dan telah mencapai 80% dari progres konstruksi juga dapat melakukan ekspor timah. Dengan demikian, Bahlil optimistis praktik lama yang hanya menyampaikan intensi untuk membangun smelter agar dapat melakukan ekspor tidak dapat digunakan lagi.

Selain itu, Bahlil mengatakan, pemerintah akan memberikan insentif bagi pelaku industri mineral yang melakukan investasi terkait hilirisasi. Bahlil menghitung belanja modal yang dibutuhkan untuk melakukan hilirisasi di industri timah lebih murah dibandingkan hilirisasi di industri nikel.

Setop Ekspor Bauksit

Selain timah, Bahlil mengatakan juga akan melarang ekspor bauksit dalam waktu dekat. Kebijakan tersebut dilakukan atas nama hilirisasi di dalam negeri.

Saat ini, proses pembuatan kebijakan larangan ekspor bauksit dan timah sedang dalam tahap penyusunan pohon industri. Bahlil menargetkan pohon industri kedua komoditas tersebut selesai disusun pada akhir 2022, sementara itu kebijakan tersebut akan didorong untuk diterbitkan pada 2023.

Bahlil menilai, protes terkait kebijakan larangan ekspor sumber daya mineral nasional akan berkurang pada masa depan. Hal tersebut disebabkan oleh disetujuinya Bali Compendium oleh negara-negara anggota G20 belum lama ini.

 Bali Compendium membuat negara-negara saling menghargai strategi investasinya dengan memprioritaskan keunggulan komparatif di negara tersebut. Artinya, Bahlil mengatakan negara-negara di dunia tidak boleh menghalangi kebijakan larangan ekspor yang sedang dan akan dilakukan Indonesia.

Bahlil menyebutkan persetujuan Bali Compendium hampir berakhir pada jalan buntu. Namun demikian, Kementerian Investasi dibantu oleh United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) dan Universitas Parahyangan berhasil membuat negara-negara anggota G20 mencapai kata sepakat.

Dia berpendapat, hilirisasi adalah jalan yang digunakan negara maju anggota G20 pada tahun 1960-an dan 1970-an. Namun demikian, Bahlil tidak dapat menjelaskan hubungan antara strategi tersebut, Bali Compendium, dan hasil keputusan WTO pada kuartal terakhir 2022 terkait gugatan kebijakan nikel Indonesia oleh Uni Eropa.

"Saya tidak boleh ulas aspek politisnya bahwa ada kaitannya ke sana," kata Bahlil.

Reporter: Andi M. Arief