Produksi Garam Anjlok Akibat Cuaca Ekstrem, Harga Naik hingga 50%

ANTARA FOTO/Umarul Faruq/wsj.
Petani memanen garam di Desa Tambak Cemandi, Sedati, Sidoarjo, Jawa Timur, Sabtu (27/8/2022).
11/10/2022, 09.51 WIB

Produksi garam rakyat anjlok akibat gagal panen yang disebabkan cuaca ekstrem di musim penghujan. Kondisi itu menyebabkan harga garam naik hingga 50%.

 Ketua Asosiasi Petani Garam Republik Indonesia (APGRI), Jakfar Sodikin menyebut, mengatakan bahwa harga garam di tingkat pengepul senilai Rp 900 per kg. Sementara harga garam di awal musim dan pertengahan panen tahun lalu mencapai Rp 600 per kg.

"Lantaran panen tahun lalu tergolong rendah, kemudian ditambah adanya kemunduran musim panen tahun ini, sehingga berdampak pada produksi yang anjlok dan harga menjadi naik," kata Jakfar kepada Katadata.co.id, Senin (10/10).

Menurut Jakfar, petani mengalami gagal panen sejak Juli 2022.  Selain kuantitas yang berkurang, kualitas garam juga diperkirakan turun akibat musim hujan.

Menurut Jakfar, produksi garam diperkirakan hanya mencapai sekitar 500 ribu ton tahun ini. Angka tersebut berkurang 50% dibandingkan produksi 2021 yang mencapai  yang tahun sebelumnya mencapai 1,09 juta ton.  

Namun demikian, kebutuhan garam bisa terpenuhi karena  mengalami kelebihan stok sekitar 2,5 juta ton pada 2020 hingga 2021. "Adanya over stock inilah, yang membantu kekurangan produksi garam pada tahun ini, jadi kekurangannya diambil dari sini,” ujarnya.

Produksi garam lokal terus berkurang sejak 2019 yang mencapai 2,9 juta ton. Pada 2020, produksi garam mencapai anjlok mencapai 1,4 juta ton, dan kembali turun menjadi 1,09 juta ton pada 2021.

Impor garam

Dia mengatakan, pemerintah kembali mengimpor garam sebesar 2,9 juta ton pada tahun ini. Jakfar menilai, keputusan impor pemerintah ini masih terlalu banyak karena tidak proporsional sesuai dengan kebutuhan.

Jakfar mengatakan, impor masih sangat dibutuhkan namun besarannya harus disesuaikan, “Harusnya dimana-mana itu impor dilakukan apabila kebutuhan dalam negeri tidak tercover oleh produksi dalam negeri,” ujar Jakfar.  “

Berdasarkan data Kementerian Perindustrian yang dikutip Selasa (9/8), impor garam tersebut hanya akan diserap oleh tiga industri yaitu aneka pangan, Chlor Alkali Plant (CAP), serta farmasi dan kosmetik.  Ketiga jenis industri tersebut masih bergantung pada garam impor karena membutuhkan kemurnian tinggi. S

Sementara garam yang diproduksi di dalam negeri belum bisa memenuhi syarat kemurnian garam tersebut. Garam yang digunakan industri CAP setidaknya membutuhkan kemurnian 95%, sedangkan untuk industri farmasi dan kosmetik harus mencapai 99,99%.

Sementara garam yang bisa digunakan industri makanan minuman harus memiliki tingkat kemurnian minimal 94%. Selain itu, industri makanan minuman mengharuskan garam yang dipakai terbebas dari unsur calsium magnesium atau CaMg.

Berikut alokasi impor garam untuk tiga industri tersebut:

1. Aneka Pangan sebanyak 466.000 ton

2. Chlor Alkali Plant sebanyak 2,44 juta ton

3. Farmasi dan Kosmetik sebanyak 5.146 ton.

Reporter: Nadya Zahira