Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia atau GAPKI menyatakan bahwa volume ekspor produk sawit Indonesia hampir mendekati normal. Namun demikian, ekspor produk kelapa sawit saat ini masih terkendala logistik atau pengapalan di pelabuhan.
Ketua Umum GAPKI, Joko Supriyono, mengatakan bahwa kondisi ekspor sudah jauh lebih baik dibandingkan dengan saat diberlakukannya larangan ekspor CPO dan produk turunannya pada 28 April sampai 23 Mei 2022.
Dia mencontohkan ekspor produk sawit yang tergolong lemak dan minyak hewan atau nabati (HS 15) pada Juni 2022 mencapai 1,3 juta ton. Pengiriman ekspor tersebut naik hingga 2,1 juta ton pada Juli 2022. Sementara pada Agustus 2022, pengiriman ekspor HS 15 menjadi 3 juta ton.
"Pasca pelarangan itu terjadi kemajuan yang cukup bagus, setidaknya sampai Agustus ini. Apakah sudah kondusif? Relatif, tapi yang penting ekspor hampir mencapai titik normal 3 sampai 4 juta ton," ujarnya dalam konferensi pers penyelenggaraan Indonesian Palm Oil Conference (IPOC), Rabu (12/10).
Namun demikian, pelaku ekspor CPO saat ini masih mengalami kesulitan kapal logistik. Selain itu, ekspor CPO juga sangat bergantung pada permintaan pasar global.
"Memang ekspor CPO ini tidak bisa sepenuhnya tergantung pada tangan kita. Namun, kemajuan cukup bagus pasca larangan di bulan Mei," ujarnya.
Sementara itu salah satu Pegusaha Kelapa Sawit sekaligus bendahara GAPKI, Mona Surya, mengatakan bahwa kondisi pengangkutan kapal ekspor masih tidak menentu. Hal itu menjadi kendala bagi pelaku usaha untuk mengirim barang ekspornya.
Dia berharap agar kondisi ekspor berangsur normal sehingga industri bisa menyerap kelapa sawit dari petani. Kondisi industri yang normal juga bisa menaikkan harga tandan buah segar sawit petani.
"Karena kondisi kapal masih belum menentu, sehingga menghambat penyerapan kelapa sawit dan harganya masih di bawah normal," ujarnya.
Berdasarkan catatan GAPKI, ekspor seluruh produk sawit Indonesia pada Agustus 2022 mencapai 4,33 juta ton. Jumlah tersebut naik 1,63 juta ton dari Juli 2022 yang mencapai 2,7 juta ton.
Kenaikan ekspor tertinggi adalah jenis olahan CPO dari 1,92 juta ton pada Juli 2022 menjadi 2,97 juta ton pada Agustus 2022.
"Lonjakan ekspor yang terjadi pada bulan Agustus dikarenakan pemerintah memberikan relaksasi berupa zero levy yang diperpanjang sampai Oktober 2022. Rencananya pemerintah, melalui Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, akan memperpanjang sampai akhir tahun," ujar Direktur Eksekutif GAPKI, Mukti Sardjono, melalui keterangan tertulis, Selasa (11/10).
Mukti mengatakan, relaksasi zero levy atau pungutan ekspor nol persen sangat membantu eksportir sehingga daya saing produk minyak sawit Indonesia makin baik di pasar global. Hal itu termasuk persaingan yang tinggi dengan produk minyak nabati lain. Kenaikan volume ekspor diikuti dengan meningkatnya produk sawit nilai ekspor.
Pada Agustus 2022, nilai ekspor produk sawit mencapai US$ 4,8 miliar, naik US$ 900 juta dibandingkan nilai ekspor produk sawit Juli 2022 sebesar US$ 3,8 miliar. Kenaikan nilai ekspor tersebut terjadi di tengah penurunan harga CPO Cif Rotterdamturun dari US$ 1.203/ton pada Juli menjadi US$ 1.095/ton pada Agustus.