Penyebab Harga Beras Melonjak, Mulai Perang Rusia-Ukraina hingga BBM
Harga beras mengalami kenaikan belakangan ini. Beras jenis medium saat ini di atas harga eceran tertinggi (HET), menyentuh angka Rp 9.300 per kilogram di tingkat produsen dan Rp 11.090 di tingkat konsumen. Pusat Kajian Pertanian dan Advokasi (Pataka) menganalisis kenaikan harga beras disebabkan aspek struktural dan instrumental.
Ketua Pataka Ali Usman mengatakan kenaikan harga dari aspek struktural terkait dengan produksi beras di dalam negeri yang secara bulan ke bulan atau tahunan tidak merata. Akibatnya surplus beras hanya terjadi di awal tahun sedangkan pada akhir tahun mengalami defisit.
"Inilah yang menyebab salah satu faktor harga beras itu berfluktuasi karena memang siklus produksinya tidak merata," ujar Ali dalam webinar 'Harga Beras Naik Apa Solusinya?', Jakarta, Selasa (25/10).
Secara struktural, kenaikan harga beras juga akibat eskalasi geopolitik antara Rusia dan Ukraina. Konflik kedua negara tersebut secara tidak langsung memberikan pengaruh cukup besar terhadap harga beras.
Perang Rusia dan Ukraina, kata dia, menyebabkan tersendatnya impor pupuk. Akibatnya para petani pun kekurangan pasokan pupuk dan kelangkaan. "Biaya produksi beras meningkat, dan berpotensi menurunkan produksi beras pada tahun ini," ujarnya.
Adapun kenaikan beras dari sisi instrumental terkait kebijakan kenaikan BBM yang membuat biaya produksi naik. Bantuan sosial (bansos) meredam efek kenaikan BBM selama ini juga tidak pernah diberikan kepada lembaga stabilisator.
"Faktanya program bansos itu diberikan melalui mekanisme pasar. Ada potensi pelaku yang main di situ. Itu artinya buat apa pemerintah membuat Bulog tetapi beras tidak diserap," ujar Ali.
Upaya Badan Pangan Turunkan Harga Beras
Adapun Badan Pangan telah melakukan beberapa upaya untuk dapat menurunkan harga beras. Salah satunya dengan mencabut pemberlakuan harga fleksibilitas yang sebelum diterapkan untuk beras. Selain itu, Badan Pangan juga bekerjasama dengan penggilingan untuk menggeser stoknya ke Bulog.
Direktur Distribusi dan Cadangan Pangan, Badan Pangan Nasional (NFA), Rachmi Widiriani mengatakan, upaya ini dilakukan lantaran penggilingan merupakan pemegang stok beras terbanyak kedua setelah rumah tangga sebesar 21,1%. Sedangkan Bulog yang hanya memegang stok sebesar 11,3%.
"Jadi nanti dibeli, kemudian digeser stoknya ke Bulog. Bulog punya sejumlah stok beras yang cukup untuk mengantisipasi segala sesuatu yang terjadi hingga Desember dan ditargetkan ada 1,2 juta ton," ujar Rachmi.
Rachmi berharap pemerintah dapat memperbaiki cadangan pangan nasional. Hal tersebut harus diupayakan demi mempertahankan stabilitas pasokan sekaligus harga pangan di pasaran.
Harga beras di tingkat pedagang saat ini jauh dari harga fleksibilitas atau Harga Pokok Penjualan (HPP) ditetapkan Badan Pangan Nasional (Bapanas) yakni Rp 8.800 per kilogram (kg). Dikutip dari laman Kemendag.go.id dalam sistem pemantauan pasar dan kebutuhan pokok Kementerian Perdagangan (SP2KP), pada hari ini harga beras premium dibanderol Rp 12.800 dan medium Rp 10.900.
Berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategi Nasional (PIHPSN), rata-rata harga beras kualitas super II mencapai Rp 13.150 per kilogram (kg). Harga tersebut naik Rp 50 per kg dibandingkan pada 18 Oktober 2022 sebesar Rp 13.100 per kg. Harga beras bulan ini juga naik tipis dibandingkan bulan lalu yang hanya mencapai Rp 12.050 per kg.
Kenaikan harga beras tahun ini mulai terjadi pada Agustus mencapai Rp 11.080 per kg, atau naik dibandingkan Juli seharga Rp 11.750 per kg. Pemerintah sudah gencar melakukan operasi pasar untuk menekan harga beras tersebut.
Namun tidak ada perubahan yang signifikan. Akibatnya, pasokan beras tersendat sehingga mengakibatkan harga yang selalu merangkat naik.