Eks Dirjen jadi Tersangka Kasus Impor Garam, Ini Respons Kemenperin

ANTARA FOTO/Umarul Faruq/wsj.
Petani memanen garam di Desa Tambak Cemandi, Sedati, Sidoarjo, Jawa Timur, Sabtu (27/8/2022). Petani garam di kawasan tersebut mulai bisa panen setelah hampir tiga bulan terakhir gagal akibat cuaca yang tidak menentu.
3/11/2022, 09.54 WIB

Kementerian Perindustrian mendukung proses hukum yang saat ini dilakukan oleh Kejaksaan Agung terkait kasus dugaan korupsi dalam proses importasi garam industri.  Lembaga tersebut juga siap untuk selalu memberikan informasi yang dibutuhkan Kejagung dalam proses penegakan hukum tersebut.

Kejaksaan Agung telah menetapkan empat tersangka kasus tersebut yaitu Muh. Khayam selaku Dirjen Kimia Farmasi dan Tekstil Kementerian Perindustrian periode 2019-2022, Fredy Juwono selaku Direktur Industri Kimia Hulu Kementerian Perindustrian, dan Yosi Arfianto selaku Kasubdit Industri Kimia Hulu Kementerian Perindustrian. 

Sedangkan satu tersangka atas nama Frederik Tony Tanduk selaku Ketua Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia.

“Tentunya kami merasa sangat prihatin dengan kondisi saat ini. Namun, kami akan terus mendukung proses hukum yang tengah berlangsung, seperti yang selama ini telah dilakukan oleh Kemenperin. Kami akan memberikan pendampingan hukum, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,”kata Sekretaris Jenderal Kemenperin, Dody Widodo di Jakarta, Rabu (2/11).

Peran Kemenperin dalam proses importasi garam industri, bertujuan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku bagi industri pengguna. Selama ini, menurut Dody, upaya yang dilakukan sudah sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.

Jika dalam pelaksanaannya ditemukan penyalahgunaan peruntukan garam industri termasuk rembesan, maka pelaku usaha dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Permenperin Nomor 34 Tahun 2018 tentang Tatacara Pemberian Rekomendasi Impor Komoditas Pergaraman sebagai Bahan Baku dan Bahan Penolong Industri.

Garam untuk industri

Garam merupakan komoditas strategis yang penggunaannya sangat luas, mulai dari sektor konsumsi rumah tangga, komersial, hingga industri. Beberapa jenis garam untuk kebutuhan industri sudah dirumuskan standar dan spesifikasinya.

Sejumlah sektor industri seperti industri klor alkali (CAP), industri farmasi dan kosmetik, serta industri aneka pangan membutuhkan garam sebagai bahan baku dan bahan penolong dengan spesfikasi yang cukup tinggi. Spesifikasi tersebut baik dari sisi minimum kandungan NaCl yang di atas 97%, maupun cemaran logam dan kadar Ca atau Mg yang dipersyaratkan cukup rendah.

Dody mengatakan, pemerintah memiliki kewajiban menjamin ketersediaan bahan baku industri pengguna sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Hal itu untuk memastikan keberlanjutan proses produksi. 

Dia mengatakan Kemenperin terus berperan aktif untuk meningkatkan penyerapan komoditas garam hasil produksi dalam negeri. Upaya yang telah dilakukan, antara lain melalui fasilitasi kerja sama antara industri pengolah garam dengan petani atau petambak garam di tanah air.

“Sejak tahun 2018, Kemenperin memfasilitasi business matching antara petani, petambak, kelompok atau koperasi petani garam dengan perusahaan industri pengguna garam. Pertemuan tersebut menghasilkan nota kesepahaman kerja sama untuk meningkatkan kualitas garam lokal dan penyerapannya oleh industri pengguna garam,” ujar Dody.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), volume impor garam industri sebesar 2,88 juta ton senilai US$90,59 miliar atau setara Rp1,3 triliun (kurs Rp14.500 per dolar AS) pada 2018.

Volume impor garam tersebut merupakan yang tertinggi dalam dalam 6 tahun terakhir seperti terlihat pada grafik. Sedangkan impor garam industri pada 2022 ditargetkan sebesar 3 juta ton.

Berdasarkan data KKP, kebutuhan garam nasional sebesar 4 juta ton. Rinciannya, garam industri sebesar 3,2 juta ton dan garam konsumsi sebesar 800 ribu ton.

Menurut analisis Litbang KKP, produksi garam nasional tahun ini hanya mencapai sekitar 559,86 ribu ton. Dengan demikian produksi garam lokal ini akan menjadi level terendahnya sejak 2017. Dengan rendahnya produksi garam ini akan meningkatkan impor garam.