Kementrian Perdagangan atau Kemendag membantah pernyataan Badan Pengawas Obat dan Makanan yang mengatakan bahwa impor pelarut obat sirop berbahaya propilen glikol (PG) dan polietilen glikol (PEG) berada di bawah pengawasan Kemendag. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Didi Sumedi, mengatakan bahwa pihaknya tidak menerbitkan izin impor zat pelarut tersebut.
"Pernyataan BPOM itu tidak benar, karena substansi barang yg menjadi pembicaraan tersebut merupakan barang impor yang tidak diatur regulasi impornya atau non larangan dan pembatasan. Kemendag tidak mengeluarkanatau menerbitkan Persetujuan Impornya,” ujar Didi, kepada Katadata.co.id, pada Kamis (3/11).
Namun demikian, Didi mengatakan, Kementerian Perdagangan saat ini sedang melakukan kajian untuk melarang impor PG dan PEG. Cemaran pelarut PG dan PEG dalam obat sirop diduga menjadi penyebab terbesar maraknya gagal ginjal akut pada anak.
“Ya, saat ini Kementerian Perdagangan sedang membicarakan permasalahan tersebut antara Kementerian atau Lembaga,” ujar Didi.
Sebelumya, Kepala BPOM Penny K. Lukioto mengakui tidak mengawasi impor PG dan PEG yang digunakan sejumlah industri farmasi di Indonesia sebagai bahan pelarut obat sirup. Sebab, bahan ini juga digunakan oleh industri lainnya seperti pelarut cat dan kimia.
Penny mengatakan, bahan baku farmasi bisa diimpor jika sudah mendapatkan Surat Keterangan Impor atau SKI dari BPOM. Sebelum mengeluarkan SKI, BPOM akan memastikan bahan baku tersebut aman.
“Bahan baku obat aktif lainnya, pada umumnya masuk melalui SKI BPOM, namun khusus pelarut PG dan PEG ini masuk tidak melalui SKI badan POM, tapi masuk melalui Kementerian Perdagangan melalui non-larangan dan pembatasan,” ujar Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito saat Rapat Kerja Komisi IX DPR RI, Jakarta, Rabu (2/11).
Penny mengatakan bahwa bahan kimia yang diimpor untuk pembuatan obat seharusnya masuk dalam kategori pharmaceutical grade yang mengharuskan pemurnian tinggi. Dengan demikian, cemaran bisa hilang dari pelarut PG dan PEG.
“Tapi kalau dia tidak pharmaceutical grade, kita tidak pernah tahu berapa konsentrasi dari pencemar-pencemar yang ada. Perbedaan harga yang sangat tinggi inilah yang bisa membuat penggunaan yang ilegal bisa terjadi. Ini yang akan terus kami telusuri,” ujar Penny.
Mengutip data The Observatory of Economic Complexity (OEC), pada tahun 2020 Indonesia mengimpor bahan kimia jenis etilen glikol senilai US$147 juta yang digunakan sejumlah industri farmasi sebagai pelarut obat sirop. Ini menjadikan Indonesia sebagai negara pengimpor etilen glikol terbesar ke-9 di skala global.