Prediksi Panen Raya Lebih Cepat, Impor Beras Bakal Ganggu Penyerapan

ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/foc.
Petani merontokan gabah dengan mesin saat panen di Desa Kertawaluya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, Selasa (18/5/2021). Perum Bulog memastikan tidak akan impor beras untuk tahun 2021Êkarena masih terus melakukan penyerapan beras dalam negeri. Sementara itu hingga 17 Mei 2021 stok beras yang ada di Bulog telah mencapai 1.395.376 ton.
Penulis: Nadya Zahira
28/11/2022, 18.57 WIB

Panen padi diperkirakan terjadi lebih cepat dari biasanya yaitu pada Januari 2023. Sehingga pada Februari 2023 sudah terjadi panen raya. Oleh sebab itu petani meminta pemerintah untuk tidak melakukan impor beras.

Ketua Umum Perkumpulan Penggiling Padi dan Pengusaha Beras atau Perpadi, Sutarto Alimoeso mengatakan adanya impor beras, justru berpotensi mengganggu penyerapan saat musim panen tiba.

"Kalau impornya itu pas panen pasti akan mengganggu, karena biasanya saat panen dan harusnya pengadaan, justru jangan-jangan gudangnya sudah penuh beras hasil impor. Jangan sampai begitu," ujar Sutarto kepada Katadata.co.id, pada Senin (28/11).

Sutarto mengatakan, dalam kondisi stok beras yang sangat rendah seperti saat ini, pemerintah semestinya fokus untuk menahan harga beras supaya tidak terus naik. Pasalnya, harga beras terus merangkak naik sejak memasuki November 2022.

"Supaya harga tidak kian naik, pemerintah harus melepas cadangannya melalui operasi pasar. Itu intinya," ujar Sutarto.

Dia juga menyarankan agar pemerintah bisa bijak dalam mengambil suatu keputusan, termasuk menyesuaikan waktu dengan tepat. Itu termasuk, kapan harus impor, harus mengeluarkan cadangan, dan kapan melakukan pengadaan. 

"Sekarang ini bagaimana mengatur untuk menahan harga beras dalam waktu satu sampai dua bulan ini. Hal tersebut bisa dilakukan dengan cara mengeluarkan stok pemerintah," ujarnya.

Dengan demikian, menurut Sutarto pemerintah seharusnya melepas cadangan berasnya untuk mengisi kekurangan pasokan beras yang tersendat di pasaran. Bukan dengan menaikan harga, ataupun gencar mengejar stok dengan melakukan impor beras.

Dia mengatakan, impor seharusnya menjadi opsi terakhir jika nantinya stok beras benar-benar sudah menipis. Menurutnya, saat ini pemerintah seharusnya fokus untuk memanfaatkan stok yang ada, yaitu sekitar 600 ribu ton.

Sementara itu, Pengamat Pakar Pertanian dari Universitas IPB Dwi Andreas Santosa mengatakan adanya impor beras sangat tidak bermanfaat. Pasalnya, diperkirakan ketika impor beras tersebut datang, maka saat itu tengah terjadi panen raya yang berlangsung pada Januari 2023, dan hal tersebut akan merugikan para petani. 

"Jadi menurut saya keputusan impor beras itu menyakitkan hati para petani. Karena tidak ada manfaatnya. Datang impornya juga pas mau masuk panen raya kan. Lalu memberikan dampak psikologis terhadap jatuhnya harga gabah kering panen maupun beras di tingkat usaha tani," ujar Dwi kepada Katadata.co.id, Senin (28/11).

Dwi mengatakan, beras impor ini nantinya pasti akan menekan harga gabah kering panen maupun harga beras di usaha tani. Sehingga petani dirugikan dua kali yaitu pertama, serapannya semakin rendah, dan yang kedua harga jadi tertekan. Sehingga menurutnya tidak ada manfaatnya jika pemerintah tetap melakukan impor beras.

"Jadi betul-betul tidak masuk akal kalau keputusan pemerintah untuk melakukan impor beras," katanya.

Reporter: Nadya Zahira