Pabrik Nestle di Batang Operasi Awal 2023, Kurangi Impor dari Malaysia

Dokumentasi Nestle
Presiden Direktur Nestle Indonesia, Ganesan Amplavanar, memberikan sambutan saat pertemuan dengan media di Kantor Nestle, Jakarta, Kamis (22/12).
23/12/2022, 06.06 WIB

Nestle Indonesia akan mengoperasikan pabrik ke-4 di Indonesia pada Februari 2023. Pembangunan pabrik tersebut akan menambah kapasitas produksi pabrik Nestle di Indonesia sehingga bisa mengurangi produk impor dari Malaysia

Presiden Direktur Nestle Indonesia, Ganesan Amplavanar, mengatakan pabrik tersebut dibangun di Batang, Kendal, Jawa Tengah. Pabrik itu akan fokus membuat minuman kaleng produksi Nestle Indinesia.

Ganesan mengatakan bahwa pembangunan pabrik ini akan menambah kapasita produk buatan Indonesia yang dipasarkan di tanah air. Jika sebelumnya produk buatan Indonesia yang dipasarkan di dalam negeri mencapai 91 %, nantinya akan bertambah proporsinya menjadi 96%.

"Ini suatu kebanggan karena bisa memperluas produk buatan Indonesia. Jadi kita bisa kurangi impor dari Malaysia," ujar Ganesan di Jakarta, Kamis (22/12).

Selain itu, Ganesan mengatakan, pabrik tersebut akan membuat Indonesia menjadi pusat produksi Nestle di Asia Tenggara. Produksi pabrik tersebut juga rencananya akan diekspor.

Tantangan 2023

Ganesan mengatakan, Neste Indonesia masih percaya jika investasi jangka panjang di Indonesia akan memiliki prospek yang cerah. Namun dalam jangka pendek, industri makanan di Indonesia saat ini tengah menghadapi tantangan harga bahan baku yang tinggi dalam tiga hingga enam bulan ke depan.

"Biaya bahan baku pada 2022 jauh lebih tinggi dibandingkan 2021," ujarnya.

Dia menjelaskan Nestle tidak menghadapi kendala stok bahan baku seperti yang terjadi pada industri makanan dan minuman lain. Namun biaya bahan baku yang meningkat menjadi tantangan bagi industri mereka akhir-akhir ini.

"Dan ini akan berlanjut pada 2023," katanya.

Sebelumnya, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia atau GAPMMI, Adhi S. Lukman, mengatakan bahwa industri makanan dan minuman terancam berhenti produksi pada Januari 2023 karena kekurangan pasokan gula kristal rafinasi. Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia atau GAPMMI, Adhi S. Lukman, mengatakan bahwa stok GKR tersebut hanya dapat mencukupi hingga akhir Desember 2022. 

Dia mengatakan, sebagian industri bahkan hanya memiliki stok gula yang bisa digunakan sampai 7-14 hari ke depan. "Berarti stok GKR hingga akhir bulan Desember lah ya. Nah ini makannya Januari harus sudah tersedia (stok GKR)," ujar Adhi kepada Katadata.co.id, Jakarta, Rabu (7/12).

Adhi mengatakan, kekurangan pasokan GKR ini di luar perkiraan. Pemerintah sebenarnya sudah memberikan kuota pasokan gula rafinasi lebih besar dari tahun lalu. Industri makanan dan minuman rata-rata membutuhkan 300 ribu ton GKR per bulan.

Namun demikian, permintaan domestik untuk produk mamin melonjak hingga 16% sejak Covid-19 mereda. Selain itu, oermintaan ekspor juga melonjak hingga 22%. "Mungkin karena ini juga bisa terjadi kekurangan atau penyebab lainnya, saya belum bisa pastikan," ujar Adhi.

Menurut data Euromonitor International, penjualan makanan kemasan meningkat 36,2% selama periode 2015 hingga 2020. Menurut laporan United States Department of Agriculture (USDA), penjualan makanan kemasan di Indonesia masih didominasi produsen lokal. Perusahaan multinasional seperti Nestle, Unilever, dan Danone ikut memproduksi makanan kemasan secara lokal di sini.