Kementerian Perindustrian atau Kemenperin tengah menyusun strategi untuk mengatasi persoalan ketenagakerjaan di sektor industri padat karya. Hal itu untuk mencegah pemutusan hubungan kerja atau PHK di sektor padat karya semakin meningkat pada 2023.

Industri padat karya yang menjadi sorotan Kementerian Perindustrian adalah industri tekstil, alas kaki, dan furnitur. Stimulus tersebut di antaranya adalah larangan terbatas impor, penyesuaian pemeriksaan post border menjadi border, dan fleksibiltas jam kerja.

“Kami sedang menyiapkan kebijakan stimulus tersebut. Itu yang kami minta untuk direlaksasi, paling tidak sampai kondisi normal,” ujarnya dalam keterangan tertulis, dikutip Selasa(3/1).

Ratusan Ribu Pekerja Kena PHK

Asosiasi Pengusaha Indonesia atau Apindo menyatakan bahwa ada tiga jenis industri yang akan melakukan pemutusan hubungan kerja atau PHK massal pada 2023. Hal itu disebabkan ada penurunan permintaan yang signifikan dari pasar industri tersebut. 

Wakil Ketua Apindo, Shinta Widjaja Kamdani, mengatakan bahwa tiga industri yang akan melakukan PHK massal tersebut yaitu industri tekstil, alas kaki, dan furniture. Ketiganya merupakan industri padat karya yang berorientasi ekspor.

"Pasti akan lakukan PHK pada tahun depan, bukannya akan lagi," ujar Shinta kepada Katadata.co.id saat ditemui di Kantor Apindo, Jakarta, Rabu (21/12).

Shinta mengatakan, tiga industri tersebut mulai melakukan PHK tahun ini. BPJS Ketenagakerjaan mencatat telah terjadi PHK terhadap 919.071 pekerja yang mencairkan dana Jaminan Hari Tua atau JHT akibat PHK dari Januari hingga 1 November 2022.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), volume ekspor industri tekstil dan furnitur tahun ini memang melemah, namun industri alas kaki justru menguat. Sementara nilak ekspor tiga industri tersebut masih tumbuh.

PMI Manufaktur RI Lebih Baik dari Jepang hingga AS

Namun demikian, secara keseluruhan Agus optimistis sektor industri manufaktur di Indonesia masih ekspansif pada 2023. Artinya, produktivitas berjalan baik untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik dan ekspor.

“Kami meyakini, kinerja industri manufaktur kita akan semakin tumbuh di tahun 2023 ini, seiring dengan berbagai kebijakan strategis yang sedang disiapkan oleh pemerintah,” ujarnya.

Sepanjang tahun 2022, sektor industri manufaktur di tanah air konsisten berada dalam level ekspansif. Hal itu tercermin dalam
capaian Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia dengan posisi di atas poin 50.

Pada Desember 2022, PMI Manufaktur Indonesia ditutup pada tingkat 50,9 atau berhasil naik dibandingkan perolehan bulan sebelumnya yang menyentuh di angka 50,3.

Berdasarkan hasil survei yang dirilis S&P Global, PMI Manufaktur Indonesia bertahan dalam fase ekspansif selama 16 bulan berturut-turut sejak September 2021. Kinerja positif ini menunjukkan geliat
industri manufaktur nasional terus mengalami perbaikan dan semakin pulih setelah terkena dampak pandemi Covid-19 dan di tengah kondisi ekonomi global yang tidak menentu karena ancaman resesi.

“Alhamdulillah, capaian PMI Manufaktur Indonesia pada Desember 2022 tetap ekspansif, yang sesuai juga dengan capaian Indeks Kepercayaan Industri (IKI) pada Desember 2022 yang sudah kami rilis
sebelumnya, yang sama-sama berada dalam level 50,9 dan juga naik dibandingkan bulan sebelumnya,” kata Agus.

Dia mengatakan, PMI Manufaktur Indonesia pada Desember 2022 mampu melampaui PMI Manufaktur Jerman (47,4), Jepang (48,8), Australia (50,4), Myanmar (42,1), Belanda (48,6), Prancis (47,4), Korea Selatan (48,2), Inggris (44,7), Amerika Serikat (46,2), dan Zona Eropa (47,8).