Indeks Ketahanan Pangan RI Merosot di Bawah Malaysia dan Vietnam

ANTARA FOTO/Arnas Padda/foc.
Petani merontokkan bulir padi di area persawahan Bonto Manai, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, Selasa (25/10/2022). Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan luas panen padi 2022 mencapai 10,61 juta hektare, naik sebesar 1,87 persen di banding 2021 seluas 10,41 juta hektare.
5/1/2023, 15.14 WIB

Indeks Ketahanan Pangan Indonesia membaik setelah sebelumnya sempat merosot selama tiga tahun berturut-turut. Angkatersebut menjadikan Indonesia menempati posisi keempat dalam daftar negara dengan indeks ketahanan pangan tertinggi di Asia Tenggara.

Menurut Global Food Security Index (GFSI), indeks ketahanan pangan Indonesia pada 2022 berada di level 60,2, membaik setelah turun tiga tahun berturut-turut. Kendati membaik, ketahanan pangan Indonesia tahun ini masih lebih rendah dibanding rata-rata global yang indeksnya 62,2, serta di bawah rata-rata Asia Pasifik yang indeksnya 63,4.

Posisi Indonesia berada di urutan keempat di Asia Tenggara. Tiga negara lainnya yang memiliki indeks ketahanan pangan lebih baik dari Indonesia yaitu Isngapura sebesar 73,1; Malaysia sebesar 69,9; dan Vietnam sebesar 67,9.

Ekonom Senior Innstitute for Development of Economics and Finance (Indef), M. Fadhil Hasan, mengatakan bahwa indeks ketahanan pangan mengalami kemunduran. Hal ini disebabkan karena produktivitas yang terus menurun, seperti beras dan juga kelapa sawit.

"Produktivitas kan sebenarnya merupakan indikator apakah produksi kita efisien, bisa dipengaruhi teknologi dan lainnya," ujarnya saat Diskusi Publik "Catatan Awal 2023" yang diselenggarakan oleh Indef, Kamis (5/1).

Perlu Kebijakan Kredibel

Fadhil mengatakan, Indonesia merupakan eksportir sekaligus importir produk pangan. Tren kenaikan harga pangan memberikan dampak positif dan negatif bagi Indonesia.

Menurut Fadhil, Indonesia bisa memanfaatkan peluang yang muncul dari kenaikan harga pangan global pada awal 2022. Jika harga pangan naik, maka nilai ekspor yang didapatkan Indonesia pun akan naik.

Namun demikian, Fadhil mengatakan, produktivitas yang turun tersebut menyebabkan Indonesia tidak dapat memanfaatkan secara optimal kenaikan harga bahan pangan tersebut. Di sisi lain, impor pangan Indonesia bertambah mahal.

"Perlu policy response yang tepat dan kredibel untuk bisa memanfaatkan secara optimal peluang dan kesempatan ini antara lain peningkatan produktifitas, perbaikan infrastruktur, dan perlindungan kelompok rentan," ujarnya.

 Ketua Badan Anggaran DPR RI Said Abdullah mengatakan, Program ketahanan pangan dilanjutkan tahun depan dengan anggaran Rp 94,9 triliun. Anggaran ketahanan pangan pada tahun depan terdiri dari belanja pemerintah pusat yang mencapai Rp 72,9 triliun dan transfer keuangan daerah atau TKD Rp 22,1 triliun.

Anggaran ini akan digunakan untuk meningkatkan komoditas pangan strategis, meningkatkan daya saing SDM sektor pertanian dan perikanan, pemanfaatan teknologi dan data, pengembangan inovasi pangan, perbaikan sistem logistik pangan, serta pembangunan infrastruktur irigasi dan waduk.

"Indonesia saat ini menghadapi ancaman disrupsi pangan global dan tren peningkatan prevalansi ketidakcukupan pangan nasional. Kondisi ini perlu disikapi dengan program kemandirian pangan berkelanjutan. " ujar Said dalam Sidang Paripurna, Kamis (29/9). 

Ia mengatakan, Indonesia selama bertahun-tahun tak bisa keluar dari masalah klasik yang membuat kemajuan di sektor pertanian sangat lambat."Ini berujung pada rendahnya daya saing produk tanaman pangan dan semakin rendahnya sumbangsih ketahanan pangan terhadap PDB," ujarnya. 


Reporter: Nadya Zahira