Sejumlah pusat perbelanjaan atau mal terpantau sepi pengunjung meskipun pemerintah sudah mencabut kebijakan Pmberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM. Sebagian toko dalam mal tersbeut bahkan tutup permanen.
Berdasarkan pantauan di lapangan, setidaknya terdapat tiga mal di yang terancam gulung tikar yaitu Plaza Semanggi, Blok M Square, dan Ratu Plaza. Padahal tiga mal tersebut sempat menjadi pusat belanja yang populer sebelumnya.
Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia, Alphonzus Widjaja,mengatakan bahwa rata-rata okupansi mal sebenarnya sudah mencapai leboh dari 90% sejak PPKM dicabut. Dia menargetkan tingkat kunjungan mencapai lebh dari 100% dibandingkan sebelum pandemi.
"Pusat perbelanjaan menyambut baik keputusan pemerintah perihal penghentian PPKM dikarenakan kebijakan tersebut diharapkan dapat mendorong serta mempercepat pemulihan kondisi usaha," ujarnya kepada Katadata.co.id, Rabu (11/1).
Penyebab Sebagian Mal Sepi
Namun demikian, terdapat sejumlah mal yang gagal bangkit lagi setelah PPKM. Ini deretan biang kerok penyebab sejumlah mal tetap sepi meskipun PPKM dicabut.
1. Hanya Mengedepankan Fungsi Belanja
Alphonzus megatakan, fungsi utama pusat perbelanjaan sudah lama tidak lagi hanya sekedar sebagai tempat berbelanja. Hal itu
terutama bagi Pusat Perbelanjaan yang berlokasi di kota - kota besar.
Saat ini, dia megatakan, pusat perbelanjaan harus dapat menambahkan fungsi lain dari sekedar sebagai tempat berbelanja.
"Pusat Perbelanjaan yang terus menerus hanya mengedepankan fungsi belanja maka akan langsung berhadapan dengan e - commerce," ujarnya.
Alphonzus mengatakan, pusat perbelanjaan harus dapat memiliki dan menyediakan tempat ataupun fasilitas untuk pelanggan melakukan interaksi sosial dengan sesamanya, sehingga fungsi Pusat Perbelanjaan bukan lagi hanya sekedar sebagai tempat belanja.
"Pusat Perbelanjaan harus dapat menyediakan ataupun memberikan journey atau experience kepada para pelanggannya. Customer experience ataupun customer journey dapat diciptakan dari konsep gedung dan juga tenant mix," ujarnya.
2. Gagal Merespons Perubahan Setelah Pandemi
Fungsi lain dari pusat perbelanjaan akan selalu berubah dari waktu ke waktu. Hal itu karena pusat perbelanjaan sangat erat dengan gaya hidup yang cepat sekali berubah setiap waktu.
Alphonzus mengatakan bahwa manusia tidak bisa degan bebas berinteraksi secara langsung selaa tiga tahun terakhir. Oleh sebab itu, pusat perbelanjaan seharusnya dapat menambahkan fungsi sebagai tempat hub koneksi sosial atau social connection hub untuk merespon perubahan yang terjadi akibat pandemi Covid-19.
"Masyarakat Indonesia juga memiliki budaya yang senang berkumpul baik bersama keluarga, sanak saudara, teman, kolega, komunitas dan lain sebagainya. maka Oleh karenanya Pusat Perbelanjaan harus memiliki fasilitas untuk kebutuhan masyarakat tersebut," kata dia.
Alphonzus mengatakan, banyak Pusat Perbelanjaan yang mampu dan telah berhasil memberikan fungsi lain dari sekedar fungsi belanja. Hal ini menyebabkan mereka diminati dan banyak dikunjungi oleh masyarakat.
"Bahkan tingkat kunjungannya telah mencapai 100%," ujarnya.
3. Aksebilitas Minim
Penasihat Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Belanja Indonesia atau HIPPINDO, Tutum Rahanta, menyatakan bahwa pemerintah Indonesia perlu meniru negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia untuk menarik pengunjung agar mal tetap hidup. Dia mengatakan, konsep pembangunan mal di Singapura dan Malaysia terintegrasi stasiun MRT. Stasiun MRT banyak digunakan oleh warga sehingga bisa menarik pengunjung mal.
“Harusnya pemerintah berani memaksakan hal itu, berani untuk melakukan inovasi baru. Kalau di luar negeri semuanya pusat belanja itu nyambung dengan stasiun MRT,” ujarnya kepada Katadata.co.id, Rabu (11/1).
Tutum menyayangkan baru satu pusat perbelanjaan di Indonesia yang terhubung dengan Stasiun MRT yaitu Blok M Plaza. Padahal semestinya mal-mal besar yang berada di tengah kota seperti Grand Indonesia atau Plaza Indonesia terhubung dengan stasiun MRT. Hal itu bisa memudahkan pengunjung untuk datang ke tempat tersebut.
“Ini MRT Bundaran HI ada nggak tembus ke Plaza Indonesia atau Grand Indonesia? Nggak ada kan? Pemerintah daerah seharusnya bisa mengelola sistem transportasi umumnya dengan lebih baik lagi ini,” ujarnya.
Selain itu, Tutum juga menyoroti pemberian Izin Mendirikan Bangunan mal yang tidak memperhatikan analisis aksebilitasnya. “Mal yang akan dibangun itu lokasinya strategis nggak? Transportasi umumnya mudah atau tidak? Akses mau ke mal nya sulit atau tidak? Jadi hal-hal yang seperti itu harus diperhatikan, pemerintah jangan hanya memberikan izin saja,” ujar Tutum.
DKI Jakarta dikenal sebagai provinsi yang memiliki banyak pusat perbelanjaan atau mal yang megah. Menurut data Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI), terdapat 96 mal yang beroperasi di ibu kota hingga 24 November 2022.