Pelaku usaha khawatir Sistem Nasional Neraca Komoditas atau Sinas-NK berdampak pada pemutusan hubungan kerja atau PHK. Pasalnya sistem berbasis teknologi informasi ini menyulitkan pengusaha dalam melakukan impor bahan baku.
Ketua Gabungan Perusahaan Industri Elektronika dan Alat Alat Listrik Rumah atau Gabel, Oki Widjaja, mengatakan sistem tersebut sering terjadi gangguan sehingga pengusaha kesulitan untuk mendapatkan bahan baku. Akibatnya, industri kesulitan untuk berporduksi dan kesulitan bahan bahan bku menjadi langka.
Jika permasalahan tidak ditangani, Oki mengatakan, Sinas-NK bisa menyebabkan industri melakukan PHK. “Pabrik tidak dapat bertahan lama bila tidak menghasilkan penjualan, yang bisa berakibat kepada PHK,” ujar Oki kepada Katadata.co.id, Minggu (29/1).
Oki menilai, seharusnya neraca komoditas tersebut bisa menyederhanakan perizinan ekspor-impor serta dapat memberikan kepastian hukum dalam perizinan berusaha. Namun yang terjadi, pelaku usaha malah dihantui dengan ketidakpastian pasokan bahan baku impor.
“Beberapa anggota Gabel sudah merasakan dampaknya, malah bila keadaan ini terus terjadi dan izin impor tidak diberikan kepada produsen produk-produk elektronika dan alat-alat rumah tangga maka produksi jelas akan terganggu,” ujarnya.
Sudah ada yang Dirumahkan
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ban Indonesia atau APBI, Azis Pane juga mengatakan hal yang senada. Sistem-NK dikhawatirkan dapat memberi dampak terhadap PHK karyawan karena bahan baku yang berkurang.
“Jelas kalau begini terus, dan pemerintah tidak mau menangani dengan cepat akan terjadi PHK, jadi pemerintah jangan lakukan birokrasi,” ujar Azis kepada Katadata.co.id, Sabtu (28/1).
Ketua Umum BPP Gabungan importir Nasional Seluruh Indonesia atau GINSI Capt. Subandi mengatakan, permasalahan ini sangat disayangkan karena berdampak pada terhambatnya rantai pasok ke industri manufaktur, barang konsumsi dan lainnya.
“Ribuan Pelaku usaha saat ini sangat bergantung pada regulasi pemerintah. Potensi pemutusan hubungan kerja atau PHK dan gangguan rantai pasok ke industri sulit dicegah jika pemerintah tidak merevisi kebijakannya. Masalah ini harus segera diatasi,” ujarnya kepada Katadata.co.id, pada Jumat (27/1).
Oleh sebab itu, Subandi berharap dan memohon agar pemerintah mendengar jeritan dan kesulitan para pelaku usaha importasi yang terdampak akibat kebijakan tersebut.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor dan impor Indonesia pada 2022 melonjak hingga mencapai rekor tertinggi dalam sedekade terakhir.
Nilai ekspor Indonesia sepanjang 2022 mencapai US$291,97 miliar, melonjak 26,07% (year-on-year/yoy) dibanding 2021 yang besarnya US$231,6 miliar.
Nilai impor nasional sepanjang 2022 juga naik 21,07% (yoy) menjadi US$237,52 miliar. Rinciannya, nilai impor migas meningkat 58,31% (yoy) ke US$40,41 miliar, dan impor nonmigas naik 15,5% (yoy) menjadi US$197,1 miliar.