Produk furnitur Indonesia masih terhambat ekspor ke Uni Eropa karena persyaratan bahan baku yang ketat. Uni Eropa memiliki syarat ketat mengenai ketelusuran atau traceability bahan baku produk furnitur.
"Mereka memiliki syarat traceability (ketertelusuran), tidak mau dari hutan ilegal,” ujar Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartarto, dalam acara International Furniture Expo atau IFEX 2023 di Jiexpo Kemayoran, Kamis (9/3).
Persoalan hambatan bahan baku secara umum juga dikeluhkan pengusaha di industri furnitur. Hal ini yang menyebabkan pertumbuhan industri furnitu mengalami penurunan. "Kurangnya jumlah bahan baku yang tersedia di dalam negeri dikeluhkan baik pengusaha besar maupun UMKM," kata Airlangga.
Selain itu, hambatan industri furnitur lainnya terkait Sistem Verifikasi dan Legalitas Kayu atau SVLK. Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia atau Himki mengeluhkan SVLK yang menjadi penyebab pertumbuhan industri furnitur dalam negeri turun dan kalah saing dari industri mebel Vietnam dan Cina.
Airlangga meminta kepada Menteri Perindustrian untuk segera memproses verifikasi tersebut dan biayanya tidak membebankan pengusaha, melainkan kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan atau KLHK.
“Oleh karena itu, SVLK tersebut seharusnya ditanggung pemerintah, terutama untuk UMKM, anggarannya di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan atau LHK,” ujarnya.
Sebelumnya, Direktur Industri Hasil Hutan dan Perkebunan Kemenperin Merrijanti Pungguan mengatakan 90% produk hasil industri furnitur dipasarkan di luar negeri. Adapun, Amerika Serikat berkontribusi 51% dari total nilai ekspor furnitur lokal, sementara itu pasar Eropa menopang sekitar 19%.
Merrijanti mengatakan ketidakstabilan pasar Amerika Serikat dan Eropa membuat pelaku industri mengurangi jam kerja para tenaga kerja.
Para pelaku industri hanya mempekerjakan tenaga kerjanya setiap dua minggu sekali. Adapun, tenaga kerja yang dirumahkan hanya mendapatkan upah sebesar 50% dari upah penuhnya. Pelaku industri juga melakukan efisiensi dengan mengurangi biaya upah tenaga kerja sebesar 25% per bulan.
Sebelumnya, Wakil Ketua Apindo, Shinta Widjaja Kamdani, mengatakan bahwa terdapat tiga industri yang akan melakukan PHK massal yaitu industri tekstil, alas kaki, dan furnitur. Ketiganya merupakan industri padat karya yang berorientasi ekspor.