Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah menilai praktik impor baju bekas bisa menghancurkan industri pakaian dan alas kaki nasional. Aktivitas ilegal tersebut dapat mematikan usaha mikro kecil menengah atau UMKM dan menyebabkan satu juta tenaga kerja diprediksi kehilangan pekerjaan.
Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki, mengatakan aktivitas impor ilegal pakaian bekas masih marak di Indonesia. Terbukti, sejak 2019 sampai Desember 2022, kantor Bea Cukai telah menindak sebanyak 231 impor ilegal pakaian bekas di Batam.
Tak hanya itu, Teten menyebutkan, Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai atau KPPBC Entikong juga telah melakukan sebanyak 82 penindakan, KPPBC Tanjung Priok tercatat sudah melakukan 78 penindakan, KPPBC Sintete 58 penindakan, KPPBC Tanjung Pinang 52 penindakan, KPPBC Teluk Nibung 33 penindakan, KPPBC Tanjung Balai Karimun 32 penindakan, KPPBC Ngurah Rai 25 penindakan dan KPPBC Atambua sebanyak 23 penindakan.
Dia mengatakan, maraknya impor ilegal pakaian bekas bisa membunuh banyaknya keberlangsungan bisnis UMKM. Terlebih, industri tekstil dan produk tekstil, pengolahan kulit, serta alas kaki ini didominasi oleh sektor mikro dan kecil, yaitu sebesar 99,64% berdasarkan data Sensus BPS pada 2020.
"Jika sektor ini terganggu, akan ada banyak orang kehilangan pekerjaan. Karena pada 2022, proporsi tenaga kerja yang bekerja di industri TPT dan alas kaki pada industri besar dan sedang menyumbang 3,45% dari total angkatan kerja. Pelaku UMKM yang menjalankan bisnis pakaian mencapai 591.390 dan menyerap 1,09 juta tenaga kerja," ujar Teten dalam keterangan resminya, Senin (20/3).
Dia menuturkan bahwa maraknya aktivitas impor baju bekas di Indonesia juga bisa mengganggu pendapatan negara. Menurut Statistik BPS pada 2022, industri Pengolahan TPT berkontribusi sangat besar, yaitu Rp 201,46 triliun atau setara 5,61% PDB.
"Sementara, sektor Industri Pengolahan dan Industri Pengolahan Barang dari Kulit dan Alas Kaki berkontribusi Rp 48,125 Triliun atau 1,34% PDB Industri Pengolahan," tuturnya.
Teten mengatakan, aktivitas tersebut juga bisa membuat Indonesia kebanjiran limbah tekstil. Berdasarkan data dari Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan atau KLHK, tekstil menyumbang sekitar 2,54% dari total sampah nasional atau 1,7 ribu ton sepanjang 2022.
Seperti yang diketahui, banyaknya ancaman yang datang dari impor ilegal pakaian bekas membuat pemerintah melarang aktivitas tersebut demi mendukung dan menjaga agar produk UMKM Indonesia tetap tumbuh dan tidak terhimpit produk impor ilegal. Pada 2021, KemenKop UKM telah meminta dan bersepakat dengan e-commerce seperti Shopee dan Lazada untuk menutup akses masuk atau seller crossborder terhadap 13 produk dari luar negeri.
Adapun ke-13 produk tersebut adalah hijab, atasan muslim wanita, bawahan muslim wanita, dress muslim, atasan muslim pria, bawahan muslim pria, outerwear muslim, mukena, pakaian muslim anak, aksesoris muslim, peralatan sholat, batik dan kebaya. Pasalnya, ke-13 item produk ini sudah banyak diproduksi oleh ibu-ibu, perempuan Indonesia di sejumlah daerah.
Sementar itu, menurut data Badan Pusat Statistik atau BPS, dalam lima tahun terakhir impor pakaian bekas dan barang tekstil bekas dengan kode HS 63090000 cenderung menurun.
Volume dan nilai impor pakaian bekas ke Indonesia sempat memuncak pada 2019. Namun, angkanya turun drastis pada 2020 seiring dengan munculnya pandemi Covid-19. Sejak saat itu, impornya pun relatif rendah.