Petani: Impor Beras 2 Juta Ton Imbas Pemerintah Lambat Ambil Kebijakan

ANTARA FOTO/Rizal Hanafi/Zk/hp.
Petani menjemur padi hasil panen di areal persawahan Desa Beton, Kecamatan Menganti, Gresik, Jawa Timur, Kamis (2/3/2023).
29/3/2023, 12.59 WIB

Serikat Petani Indonesia menyesalkan keputusan pemerintah untuk kembali melakukan impor beras sebanyak 2 juta ton. Hal itu dinilai sebagai buntut dari lambatnya kebijakan yang diambil pemerintah terkait perberasan.

“Kami menyesalkan langkah pemerintah mengambil kebijakan impor beras. Ini merupakan buah dari buruknya pemerintah dalam menangani persoalan pangan, yang hampir tiap tahun selalu berulang,” ujar Ketua Umum Serikat Petani Indonesia, Henry Saragih, saat dihubungi Katadata.co.id, Rabu (29/3).

Pemerintah beralasan jika impor dilakukan untuk memenuhi stok cadangan beras pemerintah atau CBP. Menurut Henry, pemenuhan stok Bulog tersebut seharusnya sudah bisa diantisipasi sejak jauh-jauh hari.

Selan itu, dia meniai pemerintah lambat dalam merevisi HPP di tingkat petani. Hal itu menyebabkan penyerapan beras tidak maksimal.

"Padahal kalau hal ini dilakukan secara terukur dan jauh-jauh hari, tentu petani akan mempertimbangkan untuk menjual gabahnya kepada Bulog,” ujarnya.

Bulog Tidak Bisa Intervensi Pasar

Henry mengatakan impor beras disebabkan karena Bulog tidak menguasai CBP sejak tahun lalu. Masalah tersebut kemudian berlanjut sampai tahun ini.

Kondisi tersebut menyebabkan Bulog tidak memiliki kekuatan untuk bisa mengintervensi pasar. Oleh sebab itu, pemerintah sebelum memutuskan impor beras harus terlebih dahulu memperbaiki peran, fungsi, dan cara kerja Bulog dalam menjalankan tugasnya untuk mengatur CBP.

"Baik itu dalam menyerap gabah dari petani, ataupun prosedural-prosedural lainnya. Sehingga Bulog bisa menyerap gabah dari petani dan mendistribusikannya," ujarnya.

Dia menegaskan, petani mengusulkan agar nilai HPP tetap di Rp 5.600 per Kg karena biaya produksi sudah Rp 5.050 per Kg. Kemudian, dia menyarankan pemerintah untuk menurunkan angka HET yang sekarang terlampau tinggi. Hal itu harus dilakukan agar harga beras tidak terlampau mahal di tangan konsumen seperti saat ini. 

Turunkan Pendapatan Petani

Guru Besar Universitas Pertanian Bogor, Dwi Andreas Santosa, mengatakan keputusan pemerintah kembali impor beras sebanyak 2 juta ton pada tahun ini dinilai merugikan petani yang sedang panen raya. Pengumuman impor beras tersebut memberikan sinyal negatif karena petani sedang menikmat harga gabah yang sangat bagus saat ini.

Guru Besar Universitas Pertanian Bogor, Dwi Andreas Santosa, menilai keputusan impor beras tersebut tidak tepat. Kebijakan tersebut dapat menurunkan pendapatan petani yang sebelumnya sudah tertekan.

"Itu keputusan yang tidak tepat, karena sedang panen raya sehingga memberikan sinyal negatif untuk sedulur tani. Karena sekarang ini sedulur tani sedang menikmati harga gabah yang sangat bagus," ujar Dwi Andreas kepada Katadata.co.id pada Selasa (28/3).

Dia mengatakan, petani telah mengalami kerugian tiga tahun berturut-turut setelah pemerintah memutuskan impor beras 1,8 juta ton pada 2018. Hal itu tercermin dari Nilai Tukar Petani yang berada di bawah 100 hingga 2022. "

Karena apa? Harga gabah dan beras di tingkat usaha tani tertekan ke bawah," ujarnya.

Alasan Bansos Tidak Logis

Dwi Andreas menuturkan, dirinya menyangsikan alasan pemerintah kembali impor beras tersebut untuk bantuan sosial atau bansos pada Maret-Mei tahun ini. Pasalnya, proses impor beras cukup memakan waktu lama.

Berkaca dari impor beras pada Desember 2022 lalu, realisasinya baru terjadi pada Februari 2023.

“Gimana kalau bansos bulan ini, tapi barang impornya baru masuk sekitar 2 atau 3 bulan lagi. Jadi tidak logis," kata dia.

Dwi Andreas mengatakan, keputusan pemerintah untuk kembali impor beras seharusnya dilakukan pada Agustus mendatang. Saat itu, Badan Pusat Statistik atau BPS sudah mengeluarkan data prognosis yang resmi untuk produksi beras 2023.

"Sehingga bisa diketahui pada tahun ini surplus atau minus, kalau impornya sekarang sangat tidak tepat," ujarnya.

Pemerintah Impor 2 Juta Ton  Sebelumnya, Perum Bulog mendapat penugasan dari Badan Pangan Nasional untuk impor beras 2 juta ton sampai akhir Desember 2023. Hal itu untuk memenuhi cadangan beras pemerintah. Informasi tersebut termuat dalam Surat Penugasan Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi kepada Perum Bulog yang dirilis pada 24 Maret 2023. Putusan tersebut merupakan hasil rapat dengan Presiden Joko Widodo. 

"Kami menugaskan Perum Bulog untuk melaksanakan pengadaan cadangan beras pemerintah dari luar negeri, yaitu sebesar 2 juta ton sampai dengan akhir Desember 2023. Pengadaan 500 juta ton pertama dilaksanakan secepatnya," tulis Arief dalam suratnya, dikutip Senin (27/3).

Menurut laporan BPS, volume produksi beras Indonesia mencapai 31,54 juta ton pada 2022. Jumlah ini naik 0,59% dibanding produksi tahun sebelumnya (year-on-year/yoy).