Pemerintah tengah gencar memberantas aktivitas penjualan baju bekas impor atau yang biasa disebut dengan thrifting. Berburu thrifting ternyata sangat digemari oleh anak muda.
Lalu apakah Anda pernah membeli baju thrift? Menurut penjelasan di digilib.uinsby.ac.id, thrift berasal dari kata thrive yang artinya berkembang atau maju. Sementara itu, thrifty diartikan sebagai cara menggunakan uang dan barang dengan baik, serta efisien.
Dengan demikian, thrifting atau thrift adalah kegiatan jual beli barang bekas dalam rangka melakukan penghematan atau menggunakan uang secara efisien. Dari penjelasan tersebut, maka kita bisa mengetahui bahwa bju thrift adalah baju bekas yang layak pakai sehingga bisa dijual kembali.
Jika melirik pada sejarahnya, budaya thrifting ini merupakan bentuk protes atas budaya konsumen fast fashion. Dengan mengikuti budaya ini, masyarakat bisa membeli banyak baju dari berbagai desain namun dengan harga yang terjangkau.
Hal itulah yang menyebabkan penjualan baju bekas impor di Indonesia banyak diminati. Masyarakat bisa mendapatkan baju-baju dari berbagai merk seperti Uniqlo, H&M, Zara dan lain sebagainya, dengan desain yang menarik, namun harganya sangat murah berkisar antara Rp 20.000-100.000.
Peminat Thrifting
Lalu siapa saja masyarakat yang biasa membeli baju thrifting ini? Untuk mengetahuinya, simak penjelasannya berikut ini.
1. Anak Muda
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah atau Menkop UKM, Teten Masduki mengungkapkan peminat pakaian dan baju bekas impor ilegal paling banyak berasal dari kalangan muda. Hal ini lantaran mereka bisa mendapatkan baju dengan berbagai desain yang unik, serta merek ternama, namun dengan harga yang sangat murah.
"Thrifting ini peminatnya banyak, banyaknya itu dari kalangan muda. Masyarakat masih lebih menyukai brand ternama tapi sensitif harga," ujar Teten dalam diskusi terbatas bersama wartawan di kantornya, Jakarta, Senin (13/3).
Hal itu diamini salah satu pedagang baju impor Pasar Senen Ladono. Dia membenarkan bahwa pembeli yang menjajaki tokonya kerap merupakan kalangan anak muda. Mulai dari pelajar, mahasiswa, hingga umur 20 tahun ke atas.
Dia mengatakan, biasanya mereka mencari baju-baju dengan desain unik dan bertema vintage. Selain itu, dia menuturkan bahwa kalangan muda sangat pintar mencari produk baju bekas yang masih sangat bagus dengan harga yang murah.
“Sebenarnya dari kalangan mana saja, cuma memang terbanyak dari kalangan muda. Mereka pintar-pintar sekali dalam memilih baju bekas ya, nawarnya juga pintar,” ujarnya kepada Katadata.co.id saat ditemui di Pasar Senen Blok III, Kamis (30/3).
Dia mengatakan, pembeli kalangan muda tersebut bisa mengeluarkan dana sekitar Rp 300.00 hingga Rp 500.000 setiap kali membeli di tokonya. Mereka sudah bisa mendapatkan banyak baju dengan dana tersebut.
"Tapi kalau yang beli banyak kaya gitu, sepertinya baju-bajunya akan dijual kembali sama mereka,” kata Ladono.
2. Masyarakat Kalangan Bawah dan Menengah
Salah satu pedagang baju bekas impor Pasar Senen, Derri, mengatakan konsumen membeli produk usahanya berasal dari semua jenis kalangan, mulai dari anak muda, ibu-ibu, hingga laki-laki dewasa.
Derri mengatakan, baju bekas impor memiliki harga yang jauh lebih murah, sehingga banyak kalangan masyarakat berpendapatan rendah atau bawah yang memilih untuk membeli baju thrifting impor. Selain harganya murah, kualitasnya juga tidak terlalu buruk.
“Spesifikasi untuk pembeli yaitu berasal dari kalangan bawah, karena mereka kalau beli baju lokal yang dijual-jual di mall tentu tidak sanggup, kalau beli disini (Pasar Senen) sudah bajunya masih bagus ditambah harganya murah,” kata dia.
Derri mengatakan, pembeli biasanya paling banyak mengeluarkan uang sebesar Rp 500.000 untuk membeli baju bekas impor di Pasar Senen. Namun uang tersebut bisa membeli baju dengan jumlah banyak.
Tak hanya masyarakat bawah, kalangan menengah pun banyak yang tertarik untuk membeli baju bekas impor. Kebanyakan dari mereka justru membuka peluang untuk membuka usaha thrifting melalui e-commerce.
Pasalnya, keuntungan dari menjual baju bekas impor cukup menjanjikan. Derri mengungkapkan penghasilannya rata-rata bisa mencapai Rp 1 juta per hari.
Menurut data Badan Pusat Statistik, Indonesia mengimpor baju bekas dan barang tekstil bekas sebanyak 26,22 ton pada 2022. Nilai total impornya mencapai US$ 272.146 atau sekitar Rp 4,18 miliar (kurs Rp 15.375 per Dolar AS).
Berikut 10 negara pemasok baju bekas impor terbesar ke Indonesia, seperti tertera dalam grafik.