Pedagang mengeluhkan harga garam yang melonjak signifikan hingg a lebih dari tiga kali lipat pada Ramadan tahun ini. Sebelumnya harga garam dijual berkisar Rp 100.000 per karung, namun saat ini melonjak jadi Rp 350.000 per karung.
Menaggapi hal itu, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan atau yang akrab disapa Zulhas mengatakan harga garam mahal karena permintaan dari konsumen cukup besar. Sedangkan Indonesia hanya mengandalkan produksi garam dalam negeri dan tidak melakukan impor.
"Ini kan kita tidak ada impor garam untuk konsumsi, jadi permintaannya besar, kalau harganya melonjak itu hukum dagang. Karena saat ini banyak permintaan, terus stoknya terbatas, maka harganya akan naik " ujar Zulhas saat ditemui di Bazar Ramadan di Kebayoran, Jakarta, Selasa (4/3).
Zulhas mengatakan, impor garam hanya dilakukan untuk kebutuhan industri makanan dan minuman. Sedangkan untuk garam konsumsi hanya mengandalkan produksi dalam negeri. Menurutnya, kenaikan harga ini hanya sementara.
"Kalau garam dalam negeri sedikit naik seperti sekarang, tidak apa-apalah, agar petani garam menikmati untungnya juga, kenaikannya hanya sebentar saja," ujarnya.
Untuk menangani permasalahan kenaikan harga garam tersebut, Zulhas akan berkoordinasi dengan Badan Pangan Nasional, serta PT Garam. Dengan begitu, dia berharap kenaikan ini hanya terjadi sementara.
Produksi Garam Anjlok Akibat Gagal Panen
Pada akhir 2022 lalu, produksi garam rakyat anjlok akibat gagal panen yang disebabkan cuaca ekstrem di musim penghujan. Kondisi itu menyebabkan harga garam naik hingga 50%.
Ketua Asosiasi Petani Garam Republik Indonesia atau APGRI, Jakfar Sodikin, mengatakan bahwa harga garam di tingkat pengepul senilai Rp 900 per kg. Sementara harga garam di awal musim dan pertengahan panen tahun lalu mencapai Rp 600 per kg.
"Lantaran panen tahun lalu tergolong rendah, kemudian ditambah adanya kemunduran musim panen tahun ini, sehingga berdampak pada produksi yang anjlok dan harga menjadi naik," kata Jakfar kepada Katadata.co.id, Senin (10/10).
Menurut Jakfar, petani mengalami gagal panen sejak Juli 2022. Selain kuantitas yang berkurang, kualitas garam juga diperkirakan turun akibat musim hujan
Menurut Jakfar, produksi garam diperkirakan hanya mencapai sekitar 500 ribu ton tahun ini. Angka tersebut berkurang 50% dibandingkan produksi 2021 yang mencapai yang tahun sebelumnya mencapai 1,09 juta ton.
Namun demikian, kebutuhan garam bisa terpenuhi karena mengalami kelebihan stok sekitar 2,5 juta ton pada 2020 hingga 2021. "Adanya over stock inilah, yang membantu kekurangan produksi garam pada tahun ini, jadi kekurangannya diambil dari sini,” ujarnya.
Produksi garam lokal terus berkurang sejak 2019 yang mencapai 2,9 juta ton. Pada 2020, produksi garam mencapai anjlok mencapai 1,4 juta ton, dan kembali turun menjadi 1,09 juta ton pada 2021.
Mengutip data Statista, Amerika Serikat merupakan negara importir garam terbesar di dunia. Pada 2021, negara tersebut mengimpor garam senilai US$ 826 juta.
Indonesia menduduki peringkat ketujuh dengan nilai impor garam Indonesia sepanjang 2021 mencapai US$ 107,53 juta.