Trik Johnson & Johnson Ajukan Pailit Agar Lepas dari Kasus Bedak Bayi

johnsonsbaby.com
Ilustrasi. Bedak bayi berbasis talc (talek) merek Johnson & Johnson diduga mengandung asbes yang dapat memicu kanker ovarium.
10/4/2023, 13.45 WIB

Johnson & Johnson mengajukan gugatan pailit untuk kedua kalinya melalui anak perusahaannya, LTL. Langkah korporasi tersebut dilakukan untuk menyelesaikan hampir 70 ribu gugatan yang menyatakan bahwa produk talk atau bedak bayi Johnson & Johnson mengandung zat yang memicu kanker.

Pada 2018, sebuah investigasi mengungkapkan bahwa Eksekutif Johnson & Johnson sebenarnya telah mengetahui selama beberapa dekade tentang risiko paparan asbes yang terkait dengan produk talknya. Hal itu termasuk bedak bayi Johnson & Johnson yang telah mereka jual 129 tahun lalu. Asbes merupakan zat yang dapat memicu kanker.

Setelah bertahun-tahun menekan para peneliti dan ilmuwan, perusahaan mulai menghadapi banjir tuntutan hukum dalam beberapa tahun terakhir.

Kasus-kasus tersebut menghasilkan beragam vonis dan pembatalan sidang. Johnson & Johnson menghadapi kerugian yang spektakuler di mana ia diperintahkan untuk membayar miliaran dolar kepada sejumlah kecil penggugat.

Pada 2020, perusahaan mengatakan akan menghentikan penjualan bedak bayi berbahan dasar talk di Amerika Serikat. Ia berencana untuk menghentikan penjualan produk secara global pada 2023.

Ia juga berencana untuk memutuskan bisnis kesehatan konsumennya, yang mencakup merek-merek seperti bedak bayi, Neutrogena dan Tylenol, menjadi perusahaan yang berdiri sendiri, Kenvue. Sementara Divisi farmasi dan medis Johnson & Johnson akan tetap bertahan.

Dirikan Anak Usaha Lalu Ajukan Pailit

Pada 2021, Johnson & Johnson mendirikan anak perusahaan, LTL Management, sebagai bagian dari upaya pemisahan tanggung jawab kasus bedak bayi. Mereka kemudian menggunakan upaya pengajuan pailit untuk berlindung dari paparan hukum.

Penggugat dengan keras menentang upaya itu, yang dikenal sebagai "Texas Two-Step" karena asal-usulnya dalam undang-undang kebangkrutan negara bagian. Gugatan pailit perusahaan telah ditolak pengadilan Amerika Serikat karena dinilai merupakan upaya lepas tanggung jawab dari kasus bedak bayi yang dinyatakan memicu kanker.

Saat ini, perusahaan telah mengajukan gugatan pailit untuk kedua kalinya dengan kesepakatan setuju untuk membayar US$ 8,9 miliar atau sekitar Rp 133 triliun kepada penggugat.

"Proses persetujuan kebangkrutan baru akan dilanjutkan dalam beberapa minggu mendatang, kata pengacara J& J dikutip dari New York Times. Dalam pengajuan pengadilan pada hari Selasa, LTL mengatakan bahwa kebangkrutan adalah satu-satunya forum yang dapat dipertahankan.

Penyelesaian yang diusulkan akan dibayarkan selama 25 tahun melalui anak perusahaan, LTL Management. Jika pengadilan menyetujuinya, perjanjian tersebut akan menyelesaikan semua klaim yang melibatkan produk yang menyangkut Johnson & Johnson seperti bedak bayi.

Dalam sebuah pernyataan, sekelompok pengacara yang mewakili hampir 70.000 penggugat termasuk keluarga orang yang meninggal karena kanker ovarium dan mesothelioma, menggambarkan kesepakatan itu sebagai "landmark" dan "kemenangan signifikan bagi puluhan ribu wanita yang menderita kanker ginekologi. Kanker tersebut dinyatakan dipicu oleh oleh produk berbasis talk J&J.

Agar kesepakatan menjadi final, pengadilan pertama-tama harus menerima pengajuan kebangkrutan baru oleh anak perusahaan Johnson & Johnson, LTL Management. Perusahaan juga perlu membujuk penggugat yang cukup untuk mendukung rencana penyelesaian kasus tersebut.

 Berdasarkan Company Market Cap, Johnson & Johnson merupakan perusahaan farmasi dengan nilai pasar terbesar. Per 21 Oktober 2022,  kapitalisasi pasar  perusahaan ini mencapai US$434.10 milyar. 

Johnson & Johnson mempertahankan posisi itu sejak tahun lalu. Nilai pasarnya sebesar US$ 419,10 miliar pada November 2021.