Pemerintah Menunggak Utang Minyak Goreng Rp 344 M, Animo Investor Lesu

ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/hp.
Karyawan menunjukkan minyak goreng kemasan yang dijual di salah satu minimarket di Palembang, Sumatera Selatan, Rabu (19/1/2022). Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menetapkan kebijakan satu harga minyak goreng kemasan premium ataupun sederhana yakni Rp14.000 per liter yang dijual di seluruh minimarket mulai Rabu (19/1/2022). ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/hp.
14/4/2023, 17.55 WIB

Sikap pemerintah yang belum membayar utang penggantian selisih minyak goreng kepada pelaku ritel modern sebesar Rp 344,3 miliar berdampak pada investasi sektor tersebut. Ketua Aprindo, Roy Nicholas Mandey, mengatakan minat investasi di sektor ritel menjadi turun akibat peristiwa tersebut.

Ketua Aprindo, Roy Nicholas Mandey, mengatakan para investor ritel terus menanyakan kepada Aprindo alasan terkait pemerintah belum membayar utang tersebut. Investor menilai, pemerintah tidak memiliki keberpihakan pada pelaku usaha ritel.

"Mereka mempertanyakan keberpihakan pemerintah kepada pelaku usaha ritel, kenapa tidak adil dalam menyelesaikan pembayaran ini," ujar Roy saat ditemui awak media di Jakarta, Kamis (13/4).

Roy mengatakan, animo investor ritel untuk masuk ke Indonesia akan turun jika pemerintah tidak secepatnya menyelesaikan pembayaran utang sebesar Rp 344,3 miliar tersebut. Hal ini akan berdampak secara jangka panjang.

Dampak Kebijakan Minyak Goreng Satu Harga

Roy mengatakan, utang pemerintah senilai Rp 344,3 miliar tersebut muncul akibat kebijakan minyak goreng satu harga yang diterapkan 19-31 Januari 2022. Berdasarkan Permendag 3/2022, peritel diminta untuk menjual minyak goreng senilai Rp 14.000 per liter sesuai dengan Harga Eceran Tertinggi atau HET. 

Padahal, harga pasar minyak goreng saat itu jauh di atas HET. Dengan demikian, pelaku ritel menanggung selisih harga untuk sementara. Pemerintah menjanjikan selisih harga tersebut akan diganti oleh dana dari Badan Penyelenggara Dana Perkebunan Kelapa Sawit atau BPDP KS.

Namun demikian, Roy mengatakan selisih harga tersebut belum digantikan pemerintah hingga saat ini. Pasalnya, Kemendag belum memberikan rekomendasi pada BPDP KS untuk mengganti dana tersebut.

"Sudah satu tahun lebih pembayaran rafaksi minyak goreng ini belum diselesaikan," ujarnya.

Kemendag Konsultasi dengan Kejagung

Kemendag tengah berdiskusi dengan Kejaksaan Agung soal pembayaran utang selisih harga minyak goreng kepada pelaku ritel modern sebesar Rp 344,3 miliar. Dirjen Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Isy Karim mengatakan bahwa Kemendag perlu melakukan konsultasi hukum mengenai pembayaran selsih harga tersebut.

Isy mengatakan, Kementerian Perdagangan sedang memproses pembayaran utang minyak goreng Rp 344,3 miliar tersebut. Namun pihaknya menerapkan prinsip kehati-hatian. 

"Jadi prinsipnya adalah prinsip kehati-hatian, dan saat ini sedang kami proses minta pendapat hukum dari Kejaksaan Agung, kita tidak bisa langsung mengizinkan untuk membayar utang itu, karena ini sensitif," ujar Isy saat ditemui di Kantor Kementerian Perdagangan, Jumat (14/4)

Maka dari itu, ia menuturkan bahwa Kemendag sedang menunggu hasil dari pendapat hukum Kejaksaan Agung terlebih dahulu. Sehingga Kementerian Perdagangan akan mengikuti kebijakan yang diputuskan dari hasil pendapat hukum tersebut.

"Sekarang ini masih proses, jadi kita tinggal menunggu nanti hasil dari pendapat hukum kejaksaan agung," kata dia.

Reporter: Nadya Zahira