Kementerian Perdagangan atau Kemendag menjelaskan terdapat perbedaan standar antara produk mi instan dalam negeri dengan produk tujuan ekspor. Indomie Rasa Ayam Spesial yang ditarik otoritas Taiwan dan Malaysia karena mengandung Etilen Oksida, diduga produk yang ditujukan untuk pasar di Indonesia.
Produk yang ditarik tersebut kemungkinan ditujukan untuk pasar di Indonesia yang standarnya berbeda dengan negara tujuan ekspor. "Nah itu adalah Indomie yang standar Indonesia, memang berbeda jadinya,” ujar Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Didi Sumedi di Jakarta, Kamis (4/5).
Departemen Kesehatan Taipei dan Kementerian Kesehatan Malaysia resmi menarik produk Indomie Rasa Ayam Spesial karena menemukan kandungan Etilen Oksida (EtO) yang berada di atas ambang batas. Taiwan dan Malaysia melarang Etilen Oksida untuk bahan pangan karena dianggap pemicu kanker atau zat karsinogenik.
Adapun BPOM belum melarang penggunaan Etilen Oksida dan senyawa turunannya dalam bahan pangan di Indonesia.
Didi mengatakan tiap negara dipersilakan mengatur standarnya masing-masing. "Jadi antara Indonesia dan Taiwan berbeda cara menetapkan standarnya," kata dia.
Ketika produk diekspor maka harus menyesuaikan dengan ketentuan negara tujuan ekspor. Para distributor resmi pun hanya akan mengekspor produk yang sudah memenuhi standarisasi suatu negara.
“Kalau yang melalui distributor resmi, itu kan mereka sudah melalui penyesuaian syarat-syarat yang diminta oleh Taiwan, mulai dari kandungan beberapa unsurnya sudah sesuai,” kata Didi.
Didi menduga otoritas Taiwan dan Malaysia memeriksa produk mi instant yang diekspor oleh distributor yang tak resmi, sehingga produknya tak sesuai dengan standar negara tujuan ekspor.
“Nah yang masalah itu yang diimpor oleh individu-individu karena banyak orang Indonesia impor macam-macam salah satunya Indomie ini," kata dia.
Didi mengatakan telah bertemu dengan kementerian dan lembaga terkait di Malaysia dan Taiwan. Kejadian serupa sering terjadi sebelumnya, mengingat diaspora Indonesia banyak yang bekerja dan tinggal di Taiwan dan Malaysia dan bebas untuk membawa produk-produk asal Indonesia.
“Bukan merek ini saja dan itu sebenarnya yang terjadi perbedaan antara yang diimpor oleh distributor resmi dan yang diimpor oleh individu. Kita diaspora banyak ya, apalagi di Taiwan,” kata dia.
BPOM Kaji Aturan Etilen Oksida
Temuan residu Etilen Oksida atau EtO dan senyawa turunannya dalam pangan merupakan isu baru dalam dunia keamanan pangan. EtO dimulai dengan adanya notifikasi oleh European Union Rapid Alert System for Food and Feed (EURASFF) pada 2020 silam.
BPOM RI belum melarang penggunaan zat yang dianggap pemicu kanker tersebut. Hingga saat ini, BPOM masih melakukan kajian mengenai aturan EtO dan memantau perkembangan terbaru terkait peraturan dan standar keamanan pangan internasional.
Kepala BPOM Penny Kusumastuti Lukito mengatakan EtO dan senyawa turunannya belum diatur secara detail oleh WHO dan badan pangan dunia FAO. "Kami melakukan sampling dan pengujian untuk mengetahui tingkat kandungan senyawa tersebut pada produk dan tingkat paparannya,” kata Penny beberapa waktu lalu.
BPOM menganggap kadar Etilen Oksida yang ditemukan pada produk Indomie di Taiwan masih jauh di bawah batas normal ketentuan di Indonesia, yakni 0,187 mg per kg atau setara dengan 0,34 ppm. Berdasarkan ketentuan BPOM, Batas Maksimal Residu (BMR) EtO sesuai aturan di Indonesia adalah sebesar 85 ppm.
Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) sebagai anak perusahaan PT Indofood Sukses Makmur menyatakan semua produk mi instan yang diproduksi oleh ICBP di Indonesia diproses sesuai dengan standar keamanan pangan dari Codex Standard for Instant Noodles dan juga standar yang sesuai dengan ketentuan Badan POM RI.