Minyak Goreng Terancam Langka Imbas Kemendag Menunggak Utang Rp 344 M

ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho/hp.
Karyawan melayani pembeli minyak goreng kemasan di salah satu pusat perbelanjaan di Kudus, Jawa Tengah, Rabu (19/1/2022). Sejumlah pusat perbelanjaan di wilayah itu mulai menerapkan harga minyak goreng menjadi Rp14.000 per liter untuk segala merek menyusul kebijakan minyak goreng satu harga oleh pemerintah.
5/5/2023, 09.29 WIB

Minyak goreng terancam langka karena Asosiasi Pengusaha Ritel Moderen atau Aprindo akan menghentikan penjualan minyak goreng pada 48 ribu ritel yang tergabung dalam organisasinya. Hal itu merupakan buntut dari pemerintah yang tidak membayar utang rafaksi minyak goreng sebesar Rp 344 miliar kepada pelaku usaha ritel moderen. 

Ketua Aprindo Roy Nicholas Mandey menuturkan, Aprindo saat ini mulai mengurangi pembelian minyak goreng dari produsen. Jika pemeritah tidak kunjung membayar utang tersebut, Aprindo akan segera menghentikan penjualan minyak goreng di ritel modern.

"Kami akan secara perlahan mengurangi pembelian minyak goreng, sehingga lambat laun stok minyak goreng di pasar ritel langka," kata Roy dalam konferensi pers, di Kantor Kemendag, Kamis (4/ 5).

Kenapa Pemerintah Utang Minyak Goreng?

Utang tersebut merupakan selisih pembayaran yang dijanjikan Kemendag atas kebijakan minyak goreng satu harga pada 19-31 Januari 2022. Kebijakan tersebut ditetapkan karena harga minyak goreng yang tinggi dan jauh di atas Harga Eceran Tetap atau HET. 

Kebijakan minyak goreng satu harga diatur dalam Permendag 3/2022 tentang minyak goreng satu harga pada kemasan premium, sederhana, dan curah sebesar Rp 14.000 per liter.

Namun, Permendag Nomor 3 Tahun 2022 itu telah dicabut dan diganti dengan Permendag Nomor 6 Tahun 2022 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi Minyak Goreng Sawit. Oleh sebab itu, pemerintah belum bisa membayar utang tersebut karena tidak ada payung hukum.

Roy mengatakan, pemerintah padahal sebelumnya berjanji untuk mengganti selisih harga antara minyak goreng yang dibeli peritel dengan HET sebesar Rp 14.000 per liter. Selisih yang akan diberikan kepada pelaku usaha ritel tersebut akan dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Dana Perkebunan Kelapa Sawit atau BPDPKS

Namun, realitanya hingga saat ini pemerintah belum membayarkan hutangnya. Padahal pelaku ritel sudah menanggung selisih harga tersebut sebesar Rp 344,3 miliar.

"Sudah satu tahun lebih pembayaran rafaksi minyak goreng ini belum diselesaikan," ujarnya.

Padahal dalam kurun waktu lebih dari satu tahun terakhir itu, Aprindo sudah melakukan audiensi secara formal maupun informal kepada Kementerian Perdagangan, BPDPKS, Kantor Sekretariat Presiden, hingga Wakil Rakyat pada saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi VI DPR RI.

Aprindo merasa geram karena tidak mendapatkan jawaban yang pasti atas janji pemerintah untuk membayar utang tersebut. Hingga akhirnya Aprindo melakukan pertemuan dengan Kemendag pada Kamis (4/ 5). Namun, pada pertemuan tersebut tidak membuahkan hasil karena Kemendag belum memutuskan tenggat waktu untuk melunasi utang Rp 344 miliar itu.

Untuk itu, Aprindo memberikan tenggat waktu atau ultimatum kepada Kemendag untuk membayar utang senilai Rp 344 miliar dalam dua sampai tiga bulan kedepan, "Jadi kami sangat berharap masalah ini sudah selesai dalam dua sampai tiga bulan, sebelum pesta demokrasi berlangsung," ujar Roy.

Alasan Kemendag Belum Restui Pembayaran Utang

Sementara itu Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan atau Zulhas saat ini enggan membayar utang rafaksi minyak goreng atau migor kepada pengusaha ritel modern senilai Rp 344 miliar. Alasannya, Peraturan Menteri Perdagangan yang mengatur kebijakan rafaksi tersebut sudah dihapus.

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan atau Zulhas mengatakan pembayaran utang tersebut membutuhkan payung hukum. "Kalau kami bayar tapi Permendagnya tidak ada, nanti kami dipenjara," kata Zulhas saat ditemui di Kantor Kemendag, Jakarta, Kamis (4/ 5).

Zulhas mengatakan saat ini Kemendag masih menunggu hasil pendapat hukum dari Kejaksaan Agung atau Kejagung mengenai permasalahan pembayaran rafaksi minyak goreng. Kemendag perlu melakukan konsultasi hukum mengenai pembayaran selisih harga tersebut.

Dia mengatakan, Kementerian Perdagangan pasti akan memproses pembayaran utang migor Rp 344,3 miliar itu. Namun pihaknya menerapkan prinsip kehati-hatian. Sehingga, sampai saat ini Kemendag belum mau membayar utang tersebut.

"Jadi memang prinsipnya kehati-hatian. Kami pasti akan proses, tapi masih menunggu hasil hukum dari Kejagung, karena belum ada hasilnya," ujar Zulhas.

Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional mencatat rata-rata harga minyak goreng kemasan bermerk 2 (per kg) harian di pasar modern beberapa provinsi tercatat Rp22,49 ribu per kg, data per Rabu, 3 Mei 2023. Secara keseluruhan, rata-rata minggu ini turun dibandingkan rata-rata pekan sebelumnya Rp22,5 ribu per kg.

Berikut 10 provinsi dengan harga minyak goreng termahal, seperti tertera dalam grafik: