Kementerian Perdagangan atau Kemendag sedang melakukan verifikasi data klaim pembayaran utang rafaksi minyak goreng yang telah ditagih oleh pengusaha ritel modern sebesar Rp 344 miliar. Hal ini dilakukan untuk memastikan data besaran utang tersebut sesuai dengan klaim pengusaha ritel.
"Jadi pembayarannya berdasarkan hasil survei independen, yang dalam hal ini dilakukan oleh Sucofindo," ujar Dirjen Perdagangan Dalam Negeri, Isy Karim, saat ditemui di Kantor Kemendag, Kamis (11/5).
Isy mengatakan, jika hasil pendapat hukum atau Legal Opinion (LO) dari Kejaksaan Agung atau Kejagung memiliki perbedaan angka antara yang diklaim oleh pengusaha ritel modern dengan yang semestinya dibayarkan. Oleh sebab itu, Kemendag akan mencari solusi lain untuk mengatasi perbedaan angka tersebut.
"Intinya agar tetap terbuka saja, bukan mengandalkan hasil survei itu semata, atau hasil verifikasi surveyor independen, tapi juga ada upaya lain yang bisa dilakukan oleh pelaku usaha kalau yang harus dibayarkan tidak sesuai dengan klaimnya," kata dia.
Sementara itu, Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia atau Aprindo meminta Kemendag untuk transparan dalam memberikan informasi terkait hasil verifikasi data klaim pembayaran. Sebab, hal ini penting sebagai perkembangan ke anggota Aprindo.
Diketahui bersama, saat ini kasus rafaksi minyak goreng tengah diusut oleh Kejaksaan Agung untuk didapatkan hasil kepastian dibayar atau tidaknya rafaksi tersebut. Oleh karena itu, maka Aprindo meminta transparansi verifikasi data klaim pembayaran, yang mana permintaan tersebut disampaikan oleh Kemendag.
"Kita minta selama legal opinion berproses, kita minta juga verifikasi yang sudah diselesaikan oleh Sucofindo, verifikasi perhitungan data peritel dan produsen dapat dibuka, dapat ditransparankan supaya kita bisa menilai dan melihat hasil verifikasi itu seperti apa," ujar Ketua Umum Aprindo, Roy Nicholas Mandey, di Kantor Kemendag, Kamis (11/5).
Aprindo sudah menanti perkembangan pembayaran rafaksi minyak goreng sejak setahun lalu. Roy mengatakan, seharusnya pemerintah sudah membayar utang itu setelah program minyak goreng satu harga berakhir pada 31 Januari 2022 yang lalu. Namun, pembayaran selisih harga tidak ada kelanjutannya, bahkan setelah Menteri Perdagangan M. Lutfi diganti oleh Zulkifli Hasan.
Utang tersebut merupakan selisih pembayaran yang dijanjikan Kemendag atas kebijakan minyak goreng satu harga pada 19-31 Januari 2022. Kebijakan tersebut ditetapkan karena harga minyak goreng yang tinggi dan jauh di atas Harga Eceran Tetap (HET).
Kebijakan minyak goreng satu harga diatur dalam Permendag 3/2022 tentang minyak goreng satu harga pada kemasan premium, sederhana, dan curah sebesar Rp 14.000 per liter. Namun, Permendag Nomor 3 Tahun 2022 itu telah dicabut dan diganti dengan Permendag Nomor 6 Tahun 2022 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi Minyak Goreng Sawit.
Kemendag pun beralasan belum bisa menyetujui pembayaran utang minyak goreng tersebut karena Permendag telah dicabut. Dengan demikian, kebijakan tersebut dinilai tidak memiliki payung hukum.