Harga Gula Dunia Melonjak, Badan Pangan Kaji Harga Acuan Penjualan

ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/tom.
Pekerja melakukan bongkar muat gula kristal putih impor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Sabtu (1/4/2023). Holding Pangan ID Food mendatangkan Gula Kristal Putih (GKP) impor tahap pertama sebanyak 107.900 ton untuk menjaga ketersediaan dan stabilisasi harga gula serta memenuhi kebutuhan saat Ramadhan dan Lebaran sesuai penugasan dari Badan Pangan Nasional.
26/5/2023, 11.49 WIB

Badan Pangan Nasional atau Bapanas mengungkapkan harga gula dunia saat ini tengah melambung imbas pasokan negara produsen yang anjlok. Kondisi tersebut berdampak pada harga gula di Indonesia.

Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi, mengatakan berkurangnya pasokan gula disebabkan oleh sejumlah faktor.  Salah satunya adalah berkurangnya pasokan dari Brazil yang saat ini tengah menggencarkan penggunaan bahan baku tebu menjadi etanol atau biodiesel.  Selain itu, pasokan gula berkurang akibat penurunan produksi di India dan Thailand.

Arief mengatakan, kenaikan harga gula tersebut berdampak pada Indonesia. Pasalnya saat ini Indonesia masih impor gula.

Di sisi lain, hal ini bisa dijadikan momentum bagi  Indonesia untuk mulai meningkatkan produksinya secara bertahap. Dengan demikian, Indonesia bisa kembali menjadi salah satu produsen gula yang diperhitungkan

 “Benar kita harus mengantisipasi kenaikan tersebut,” ujarnya melalui keterangan resmi, Jumat (26/5).

Untuk mengantisipasi kenaikan harga gula dunia, Bapanas memastikan perhitungan Neraca Gula Nasional sesuai dengan angka produksi dan kebutuhan atau konsumsi di lapangan. Selain itu, Bapanas melakukan percepatan kajian dan penyesuaian Harga Acuan Pembelian atau Penjualan gula konsumsi.

Saat ini regulasi HAP gula konsumsi yang berlaku tertuang dalam Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 11 Tahun 2022. Dalam peraturan tersebut ditetapkan HAP gula konsumsi di tingkat produsen Rp 11.500 per kg.

Sementara HAP di tingkat konsumen Rp 13.500 per kg untuk ritel modern, serta Rp 14.500 per kg di Indonesia Timur. Regulasi tersebut sedang dalam tahap kajian untuk ditetapkan menjadi HAP baru.

Untuk itu, pihaknya terus mendorong agar proses kajian dan penyesuaian HAP Gula Konsumsi bisa segera rampung dan diundangkan. Menurutnya, angka HAP yang lebih tinggi dari sebelumnya dapat menstimulus para petani tebu semakin giat berproduksi. 

“Dengan begitu kami berharap bisa mendongkrak produksi gula nasional kedepannya,” ujarnya.

Di sisi lain, Arief juga mendorong pembenahan tata kelola industri gula nasional. Beberapa tantangan yang tengah dibenahi di antaranya terkait harga dan ketersediaan pupuk serta perluasan lahan kebun tebu untuk memenuhi bahan baku pabrik gula.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), produksi gula tebu perkebunan besar mencapai 1.033,3 ton pada 2021. Angka tersebut meningkat 5,9% dibanding produksi tahun 2020 yang sebesar 975,6 ton, sekaligus menjadi yang terbesar dalam 5 tahun terakhir seperti terlihat pada grafik.

Reporter: Nadya Zahira