Gapki mengkhawatirkan regulasi anti-deforestasi Uni Eropa akan menurunkan ekspor kelapa sawit Indonesia ke wilayah tersebut.
Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Fadhil Hasan mengatakan aturan anti-deforestasi Uni Eropa (EUDR) akan membawa perubahan signifikan ekspor sawit ke wilayah tersebut. Pasalnya, sebelum EUDR ekspor sawit Indonesia juga sudah terhambat aturan Renewable Energy Directive (RED) II.
“Tetapi dengan adanya EUDR ini bukan hanya sektor energi yang dihambat tetapi juga sektor pangan. Jadi EUDR ini sangat luas dampaknya kepada sektor pangan, energi, dan industri,” katanya dalam keterangan resmi, Jumat (16/6).
Fadhil mengatakan sebelum EUDR diberlakukan, ekspor dari Indonesia dan Malaysia ke UE anjlok semenjak 2017. Indonesia pernah mengekspor produk sawit 5,5 juta ton, tetapi turun menjadi 3,7 juta ton pada 2022. Padahal, konsumsi minyak nabati di Uni Eropa tumbuh 4,3%.
"Ini terjadi setelah adanya hambatan kepada sawit. Restriksi perdagangan terjadi akibat adanya persaingan dengan minyak nabati lain,” ujarnya
Direktur Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan Kementerian Perdagangan Farid Amir mengatakan EUDR bisa menghambat peluang Indonesia untuk memenuhi kebutuhan minyak nabati dunia. Saat ini, kebutuhan minyak nabati global diperkirakan mencapai 307,9 juta ton pada 2050.
Farid mengatakan Indonesia berkontribusi 22% terhadap total produksi minyak nabati dunia dan 60% dari produksi minyak sawit dunia. "Indonesia harus bangga menjadi produsen terbesar dengan total produksi 46,88 juta ton pada 2021, dari produksi minyak sawit dunia mencapai 75,5 juta ton," ujarnya
Kinerja moncer ini tercermin dari data ekspor non migas yang mencapai US$ 275,96 miliar pada 2022. Adapun kontribusi CPO dan produk turunannya sebesar 15% atau senilai US$ 41,32 miliar. Kemendag mencatat tren peningkatan nilai ekspor CPO dan produk turunannya selama 5 tahun terakhir mencapai 20%. Sementara itu, nilai ekspor CPO dan produk turunan Indonesia sebesar US$ 41,32 miliar 2022 dan volume ekspor berjumlah 35,52 juta ton.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim bersepakat untuk kolaborasi melawan diskriminasi terhadap kelapa sawit. Salah satunya dilakukan dengan menjalankan misi bersama ke Parlemen Uni Eropa di Brussel, Belgia.
"Jangan sampai komoditas-komoditas yang dihasilkan oleh Malaysia, oleh Indonesia didiskriminasi di negara lain," kata Jokowi awal Juni silam.