Kementerian Perdagangan atau Kemendag telah menyelesaikan revisi Peraturan Menteri Perdagangan atau Permendag No.50/2020 tentang perdagangan melalui sistem elektronik atau PMSE. Permendag dinilai dapat megantisipasi dampak Project S Tiktok yang dapat mematikan produk UMKM di platform social commerce.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Isy Karim, mengatakan saat ini Kemendag sudah selesai melakukan pembahasan terhadap rancangan dari revisi Permendag No. 50/2020. Penerapan aturan tersebut tinggal menunggu pelaksanaan harmonisasi oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia atau Kemenkumham.
"Tinggal menunggu pelaksanaan harmonisasinya oleh Kemenkumham, yang informasinya akan dilaksanakan awal Agustus ini," ujar Isy saat dihubungi Katadata.co.id, Rabu (26/7).
Penerapan Batas Minimal
Isy mengatakan, terdapat beberapa isu yang direvisi dalam aturan tersebut, terutama dalam rangka perlindungan UMKM dalam negeri. Berikut bocoran poin yang direvisi dalam aturan tersebut:
1. Penetapan batas minimal US$ 100 per unit barang yang diperdagangkan di lokapasar atau marketplace oleh pedagang luar negeri.
2. Mengatur lebih jelas definisi social commerce sebagai salah satu bentuk Penyelenggara PMSE.
3. Persyaratan tambahan bagi bagi pedagang luar negeri yang bertransaksi di marketplace dalam negeri, seperti komitmen pemenuhan SNI dan persyaratan teknis barang/jasa yang ditawarkan.
Mengancam UMKM Lokal
Sebelumnya, Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki meminta Kemendag untuk segera mengeluarkan revisi Permendag No.50/2020 tentang perdagangan melalui sistem elektronik atau PMSE. Teten mengatakan, e-commerce tak bisa membedakan produk lokal atau impor yang dijual di platformnya
“Ketika saya mau buat kebijakan subsidi untuk UMKM di platform online saat pandemi Covid-19, semua pelaku usaha tidak bisa memisahkan mana produk UMKM dan yang impor. Mereka hanya bisa memastikan bahwa yang berjualan adalah UMKM dan mereka tidak bisa pastikan produknya. Jadi jangan bohongi saya,” kata Teten di Kantor Kemenkop UKM, di Jakarta, Rabu (12/7).
Untuk itu, Ia mendesak Kementerian Perdagangan atau Kemendag agar merevisi Permendag Nomor 50/2020 yang saat ini baru mengatur perdagangan di e-commerce, bukan social commerce. Ia mengaku revisi aturan tersebut sudah diwacanakan sejak tahun lalu, namun hingga kini masih belum terbit.
“Itu bukan hanya untuk TikTok, untuk seluruh e-commerce lintas-batas alias cross border commerce. Jadi jangan kemudian saya dianggap anti-TikTok, bukan. Saya hanya mau melindungi produk UMKM supaya ada playing field yang sama dengan produk dari luar, jangan kemudian mereka diberi kemudahan,” ujar Teten.
Bantahan TikTok
Sementara itu, Head of Communications TikTok Indonesia, Anggini Setiawan mengatakan, pihaknya tidak berniat untuk meluncurkan Project S TikTok di Tanah Air.
"Kami sampaikan juga, bahwa kami tidak punya niatan untuk menciptakan produk e-commerce sendiri atau untuk menjadi wholesaler atau Project S, akan berkompetisi dengan para penjual lokal di Indonesia," ujar Anggini dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Koperasi dan UKM, Jakarta, Rabu (26/7).
Anggini mengatakan, pihaknya juga tidak pernah berniat membuka bisnis lintas batas di Indonesia. Menurut dia, hal ini merupakan komitmen TikTok untuk mendukung usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM lokal di Indonesia.
“Tidak benar bahwa kami akan meluncurkan inisiatif lintas batas di Indonesia, dan kami senang sekali akhirnya hari ini hal tersebut bisa kami sampaikan langsung kepada Kementerian Koperasi dan UKM," kata dia.
Menurut dia, Inisiatif e-commerce TikTok Shop juga disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing pasar, dan apa yang berhasil di pasar lain belum tentu berhasil di Indonesia. “Kami meyakini bahwa model TikTok Shop yang telah kami sesuaikan dengan pasar Indonesia, dapat memberdayakan dan membawa manfaat bagi para penjual lokal, dan kami akan terus menerapkan pendekatan ini,” kata dia.
Pengguna TikTok di seluruh dunia bertambah 12,6% dibandingkan pada tahun sebelumnya (year-on-year/yoy). Jika dibandingkan kuartal sebelumnya, aplikasi besutan Bytedance ini naik 3,9% (quarter-to-quarter/qtq).
Berdasarkan negaranya, pengguna TikTok paling banyak masih berasal dari Amerika Serikat. Terdapat 116,49 juta pengguna TikTok yang berasal dari Negeri Paman Sam pada April 2023.
Adapun Indonesia juga kukuh di peringkat kedua dengan jumlah pengguna TikTok terbanyak dunia yaitu mencapai 112,97 juta pengguna. Jumlah tersebut hanya selisih 3,52 juta pengguna dari jumlah pengguna TikTok di AS.