Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berencana menggabungkan atau merger tiga maskapai pelat merah yakni Garuda Indonesia, Citilink dan Pelita Air. Salah satu alasan kementerian adalah untuk mengurangi ketertinggalan jumlah pesawat.
Pengamat penerbangan Alvin Lie menilai langkah merger tersebut tidak akan otomatis menambah jumlah pesawat di dalam negeri. Dia menilai merger tersebut harus disertai dengan penambahan modal agar berdampak positif bagi industri maskapai di dalam negeri.
Alvin mengatakan, tanpa tambahan modal, jumlah pesawat hasil merger ketiga pesawat bakal tak berubah. "Penambahan pesawat itu tergantung penambahan modal, bukan karena merger atau tidak," kata Alvin kepada Katadata.co.id, Rabu (23/8).
Mantan Anggota Ombudsman ini mengatakan merger tersebut berpotensi mengurangi rute penerbangan domestik. Alvin menjelaskan satu perusahaan penerbangan hanya dapat memiliki satu jenis izin usaha penerbangan.
Garuda memiliki izin penerbangan pelayanan penuh atau full service. Sedangkan, Citilink dan Pelita memiliki izin penerbangan bertarif rendah atau LCC.
Sehingga, merger tersebut berpotensi menghanguskan izin usaha milik Citilink dan Pelita. Alhasil, perusahaan pasca merger harus mengajukan permohonan baru untuk mendapatkan rute dan slot penerbangan tersebut.
Berdasarkan penelusuran Katadata.co.id, Citilink kini melayani 97 rute penerbangan ke 49 kota. Adapun, frekuensi penerbangan harian Citilink mencapai 300 penerbangan.
Sedangkan, Garuda melayani penerbangan ke 69 destinasi domestik. Laman resmi Garuda tidak memaparkan jumlah rute maupun frekuensi penerbangan domestik. Adapun, Pelita sejauh ini hanya menyajikan delapan rute penerbangan ke delapan destinasi.
Alasan di Balik Usulan Merger Tiga Maskapai
Menteri BUMN Erick Thohir mengusulkan merger tiga maskapai tersebut untuk menekan efisiensi biaya logistik di dalam negeri. Erick mengacu pada keberhasilan efisiensi biaya logistik laut pascamerger empat Pelindo pada 2021.
Rencana merger ini mengemuka setelah Erick meninjau perbandingan jumlah pesawat di Indonesia dan Amerika Serikat dengan perhitungan populasi dibanding rata-rata perbandingan pendapatan per kapita. Dalam perhitungan Erick, Indonesia masih kekurangan sekitar 200 pesawat. Untuk mengurangi ketertinggalan jumlah pesawat tersebut, Erick tidak menutup kemungkinan adanya penggabungan ketiga maskapai BUMN guna menekan biaya logistik. "BUMN terus menekan biaya logistik. Sebelumnya biaya logistik mencapai 23%, sekarang jadi 11%. Kami juga upayakan Pelita Air, Citilink, dan Garuda merger untuk menekan cost," katanya.
Direktur Utama GIAA Irfan Setiaputra mengatakan perusahaannya mendukung dan memandang positif upaya wacana merger dengan Pelita Air. Adapun, Citilink, saat ini merupakan entitas dari Garuda Indonesia Group.
"Kami sampaikan bahwa hingga saat ini proses diskusi terkait langkah penjajakan aksi korporasi tersebut masih terus berlangsung intensif," kata Direktur Utama GIAA Irfan Setiaputra dalam keterangan resminya, Selasa (22/8).
Irfan menjelaskan, rencana pengembangan masih dalam tahap awal. Saat ini Garuda tengah mengeksplorasi secara mendalam atas berbagai peluang sinergi bisnis yang dapat dihadirkan untuk bersama-sama dapat mengoptimalkan aspek profitabilitas kinerja. Merger ini diharapkan dapat memperkuat ekosistem bisnis industri transportasi udara di Indonesia.
Aksi Merger Maskapai Global
Beberapa maskapai global telah menempuh merger dan akuisisi. Lembaga Palgrave Macmillan membuat riset bertajuk Mergers and Acquisitions in the Airline Industry. Riset tersebut menjelaskan merger perusahaan maskapai penerbangan bertujuan untuk menjaga kelangsungan finansial perusahaan dan mengurangi kelebihan kapasitas.
Palgrave mencatat industri penerbangan secara historis memiliki margin keuntungan rendah sekitar 2% sampai 3% dan sangat sensitif terhadap perekonomian global. Lebih dari 100 maskapai penerbangan telah mengajukan kebangkrutan sejak 1979.
"Industri penerbangan secara keseluruhan telah mengalami kerugian kumulatif selama 120 tahun keberadaannya," tulis laporan itu, dikutip Rabu (23/8).
Untuk menjaga keberlangsungan bisnis, maskapai global menempuh aksi korporasi merger dan akuisisi. Setidaknya terdapat lima maskapai yang menempuh merger di antaranya British Airways, Air France dan KLM dan Delta Airlines dan Northwest.
Daftar lengkap maskapai penerbangan yang melakukan aksi merger, bisa baca di sini.