Forum Industri Pengguna Gas Bumi atau FIPGB mengkhawatirkan kenaikan harga gas sepihak yang akan dilakukan oleh PT Perusahaan Gas Negara Tbk. Pasalnya, emiten migas dengan kode PGAS tersebut telah menyurati pabrikan terkait penyesuaian harga gas industri tersebut.
Ketua Umum FIPGB Yustinus Harsono Gunawan menunjukkan surat yang dikirimkan PGAS 6 September 2023 tersebut kepada Katadata.co.id. Surat tersebut mengumumkan penyesuaian harga gas yang akan dilakukan pada 1 Oktober 2023 dan peningkatan nilai Jaminan Pembayaran menjadi 15 persen.
Yustinus menyampaikan hal tersebut akan memberatkan biaya dana yang harus disiapkan pabrikan pengguna gas di dalam negeri.
"Dalam pertemuan asosiasi industri dan Kementerian Perindustrian hari ini, teman-teman memastikan kenaikan harga gas ini akan menurunkan daya saing, karena kenaikan harga gas tidak bisa ditransmisikan ke harga jual," kata Yustinus kepada Katadata.co.id, Kamis (14/9).
Yustinus yang juga merupakan Ketua Asosiasi Produsen Kaca Lembaran ini mengatakan biaya kenaikan harga gas industri tidak memungkinkan untuk dibebankan ke harga jual konsumen. Pasalnya industri kaca sedang tertekan akibat pasar domestik dibanjiri produk impor Cina. Jika harga jual dinaikkan, maka produk Indonesia akan kalah saing dengan barang impor.
"Jangan sampai kenaikan harga gas ini memicu deindustrialisasi. Bisa-bisa serapan tenaga kerja di dalam negeri menurun," katanya.
Sebagai informasi, PGAS mematok harga gas industri teranyar untuk pelanggan Gold menjadi US$ 11,89 per MMBtu dari sebelumnya US$ 9,16 per MMBtu. Harga gas untuk pelanggan kategori Silver juga naik menjadi US$ 11,99 per MMBtu dari sebelumnya US$ 9,78 per MMBtu.
Selanjutnya, harga gas untuk pelanggan Bronze 3 naik menjadi US$ 12,31 per MMBtu dari sebelumnya US$ 9,16 per MMBtu dan Bronze 2 menjadi US$ 12,52 per MMBtu dari sebelumnya US$ 9,20 per MMBtu.
Kenaikan harga gas juga menyasar pada kategori pelanggan Bronze 1 menjadi Rp 10.000 per meter kubik dari harga sebelumnya Rp 6.000 per meter kubik.
Sebelumnya, Sekretaris Perusahaan PGN Rachmat Hutama menjelaskan penyesuaian harga gas komersil industri dipengaruhi oleh beberapa hal seperti harga, volume, dan sumber pasokan gas yang disalurkan melalui jaringan pipa, gas alam cair (LNG) dan gas alam terkompresi (CNG).
Fluktuasi harga gas juga terbentuk dari dinamika dan perubahan diseluruh rantai bisnis gas bumi. Ini termasuk yang ditetapkan oleh kontraktor sebagai pemasok gas di hulu kepada PGN.
"Hal ini berdampak langsung ke pelanggan di sisi hilir. Selain itu, juga terdapat penyesuaian volume pasokan gas pipa dari pemasok gas," kata Rachmat lewat pesan singkat pada Selasa (15/8).
Sementara itu Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif tidak merestui PGN menaikkan harga gas industri di luar Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT). Dia menilai, harga gas bumi untuk industri non HGBT seharusnya turun.
Pernyataan Arifin ini disampaikan merespons rencana PGN yang akan menyesuaikan harga gas industri kepada seluruh kategori pelanggan. “Tidak boleh naik karena hulunya tidak menaikkan, malah harusnya bisa dikurangi,” ujar Arifin saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (13/9).