Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Teten Masduki melakukan kunjungan kerja ke Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, Selasa (19/9). Dalam kunjungan tersebut, Teten menemukan omzet para pedagang di Pasar Tanah Abang kini anjlok hingga 50%.
Teten mengatakan, penurunan omzet tersebut tidak disebabkan oleh minimnya adopsi penjualan daring oleh penjual Pasar Tanah Abang. Menurutnya, hal tersebut disebabkan oleh banyaknya impor ilegal yang membanjiri pasar Indonesia.
"Saya berkesimpulan produk yang dijual oleh pedagang di Tanah Abang tidak bisa bersaing karena ada produk-produk impor yang dijual di dalam negeri yang harganya sangat murah," kata Teten di Pasar Tanah Abang.
Tenten mengaku telah memiliki beberapa catatan dari kunjungannya ke Pasar Tanah Abang, khususnya terkait arus barang di pasar terbesar di Asia Tenggara tersebut. Salah satu yang disoroti Teten adalah legalitas tekstil impor.
Menurut dia, ada dua penyebab pasar domestik banjir impor tekstil. Penyebab pertama adalah impor secara ilegal, kedua tarif bea masuk yang terlalu rendah.
Impor Ilegal Capai Ribuan Kontainer
Sementara itu, Ketua Umum Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia, Redma Wirawasta, menduga nilai impor tekstil ilegal pada 2022 mencapai US$ 2,94 miliar atau sekitar Rp 43 triliun. Angka tersebut ditemukan Redma saat membandingkan pencatatan perdagangan tekstil Indonesia-Cina di International Trade Center atau ITC.
Redma mencatat nilai ekspor tekstil Cina ke Indonesia mencapai US$ 6,5 miliar pada 2022 berdasarkan General Custom Administration of China. Pada tahun yang sama, Badan Pusat Statistik mendata nilai tekstil impor dari Cina hanya US$ 3,55 miliar.
“Jika diasumsikan impor per kontainer senilai Rp 1,5 milyar maka diperkirakan sekitar 28.480 kontainer TPT ilegal masuk pertahun, atau sekitar 2.370 kontainer ilegal perbulan” kata Redma dalam keterangan resmi, Jumat (15/9).
Redma mendata nilai konsumsi tekstil dan produk tekstil nasional pada tahun lalu mencapai US$ 16 miliar. Artinya, tekstil impor ilegal berkontribusi hingga 41% dari pasar TPT nasional.
Dia juga menghitung seluruh tekstil impor sepanjang 2022 setara dengan 800.000 ton atau sekitar 45% dari kapasitas produksi Industri Kecil dan Menengah garmen berorientasi domestik. Dengan kata lain, Redma menilai seluruh produk impor tersebut setara dengan hilangnya penyerapan tenaga kerja di dalam negeri hingga 2,4 juta orang.
“Multiplier-effect ekonomi nya sangat besar, selain pendapatan pemerintah dari sektor pajak, juga dari penggunaan listrik, pembayaran BPJS dan lain sebagainya” ujar Redma.
Pada 2021, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Cina merupakan negara importir tekstil terbesar ke Indonesia. Total tekstil dan produk tekstil yang diimpor dari negara tersebut sebanyak 990,20 ribu ton atau sebanyak 44,86% dari total impor 2021.
Brasil menempati peringkat kedua dengan total impor tekstil dan produk tekstil ke Indonesia sebanyak 174,80 ribu ton. Amerika Serikat (AS) menduduki peringkat ketiga dengan mengimpor 137,90 ribu ton tekstil dan produk tekstil ke dalam negeri.