Pemerintah mengeluarkan revisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 50 Tahun 2020 Tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik. Aturan tersebut mengatur lebih rinci soal perdagangan di e-commerce atau social commerce seperti TikTok Shop.
Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki, mengatakan bahwa pemerintah ingin mengatur perdagangan yang adil antara perdagangan daring (e-commerce) dan luring.
“Kita lagi mengatur perdagangan yang fair antara offline dan online karena di offline diatur demikian ketat, tapi online masih bebas. Kuncinya di revisi Permendag,” kata Teten setelah rapat yang dipimpin Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (26/9).
Karena itu, sesuai arahan dari Presiden Jokowi, Kementerian Perdagangan (Kemendag) akan menerapkan ketentuan baru dalam revisi Permendag Nomor 50/2020. Dalam aturan tersebut terdapat beberapa ketentuan baru itu, kata Teten, adalah
1. Pemisahan secara tegas platform social commerce dan electronic commerce (e-commerce).
2. Transaksi barang impor yang diperbolehkan di platform e-commerce adalah minimal US$ 100 dolar.
3. Pemerintah akan membuat positive list atau barang-barang yang diperbolehkan diimpor dan dipasarkan melalui e-commerce.
4. Social commerce seperti TikTok Shop hanya boleh mempromosikan barang atau jasa, namun dilarang membuka fasilitasi transaksi bagi pengguna.
Sementara itu, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan Kementerian Perdagangan akan menandatangani peraturan baru hasil revisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 50 Tahun 2020 pada Senin sore ini.
Salah satu ketentuan baru yang penting dari revisi Permendag itu adalah larangan platform social commerce untuk memfasilitasi transaksi perdagangan
Platform social commerce hanya boleh mempromosikan barang atau jasa, namun dilarang membuka fasilitas transaksi bagi pengguna.
“‘Social commerce’ itu hanya boleh memfasilitasi promosi barang atau jasa, tidak boleh transaksi langsung, bayar langsung, gak boleh lagi, dia hanya boleh promosi,” kata pria yang kerap disapa Zulhas ini.
Menurut survei Populix, dari 1.020 orang responden Indonesia, yang pernah belanja lewat media sosial baru 86%. Dari kelompok ini, mayoritasnya berbelanja lewat Tiktok Shop.