Bahlil: Investasi Rempang Tak Gunakan APBN, Bukan Seperti Kereta Cepat

ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/rwa.
Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengikuti rapat kerja dengan Komisi VI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (2/10/2023). Rapat Kerja Komisi VI dengan Menteri Investasi dan Kepala BP Batam tersebut membahas tindak lanjut permasalahan lahan di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau.
2/10/2023, 17.12 WIB

Menteri Investasi, Bahlil Lahadalia, menegaskan Rempang Eco City tidak akan menggunakan anggaran negara setelah menjadi Proyek Strategis Nasional per 28 Agustus 2023. Walau demikian, Bahlil mengakui negara akan membiayai konstruksi fasilitas permukiman untuk relokasi masyarakat terdampak.

Untuk diketahui, sejumlah 961 kepala keluarga (KK) yang terdampak investasi Rempang Eco Park akan dipindah ke Kelurahan Tanjung Banon, Pulau Rempang. Bahlil menyampaikan negara akan menyediakan fasilitas umum seperti sanitasi, air minum, dan sekolah.

"Jadi, investasi ini tidak dibiayai APBN, ini bukan seperti kereta cepat. Ini adalah bisnis riil yang dilakukan swasta dengan swasta internasional, tidak ada urusannya sama negara," kata Bahlil dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR, Senin (2/10).

Sebagai informasi, proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung mengalami pembengkakan biaya senilai US$ 1,2 miliar atau sekitar Rp 18,2 triliun. Akibat pembengkakan biaya tersebut, pemerintah akhirnya mengucurkan dana APBN untuk menyelesaikan proyek KCJB.

Dana APBN tersebut dikucurkan melalui Penyertaan Modal Negara ke PT Kereta Api Indonesia. Pemerintah juga masih melakukan negosiasi untuk pembayaran utang proyek KCJB ke Cina.

Investasi Rempang Rp 175 T

Bahlil mengatakan, Rempang Eco Park akan dibangun di atas lahan seluas 2.300 hektare. Adapun, investor utama proyek tersebut adalah Xinyi Group dengan total investasi hingga US$ 11,56 miliar atau Rp 175 triliun.

Dia meyakinkan legislator bahwa Xinyi Group dapat merealisasikan rencana investasi tersebut. Sebab, Bahlil telah menghitung pendapatan Xinyi Group per tahun mencapai US$ 3,3 miliar, sementara total asetnya senilai US$ 6,7 miliar.

Bahlil menjelaskan total lahan yang akan dipakai oleh Xinyi Group nantinya mencapai 8.000 hektare. Saat ini, tanah yang dapat dipakai oleh Xinyi Group baru mencapai 570 hektare dengan status Areal Penggunaan Lainnya (APL).

Sementara  7.527 hektare masih berstatus Hutan Produksi Konversi (HPK). Bahlil menyampaikan proses penurunan status tanah dari HPK ke APL  tersebut akan rampung dalam waktu dekat.

Bahlil menilai pengurusan status tanah penting lantaran mayoritas alasan batalnya investasi di dalam negeri terkait dengan tanah. Pada saat yang sama, Bahlil menegaskan realisasi investasi tersebut tidak akan merugikan masyarakat sekitar.

"Saya yakinkan hak-hak rakyat sekitar jadi bagian terpenting yang kami urus dengan baik. Presiden perintahkan diurus dengan lembut dan dilakukan secara kekeluargaan," ujarnya.




Reporter: Andi M. Arief