Apindo: Pemerintah Perlu Dorong RI Masuk Perdagangan Karbon Global

ANTARA FOTO/Media Center KTT ASEAN 2023/Zabur Karuru/foc.
Ketua Umum Apindo Shinta W Kamdani mengatakan, sebagian negara ASEAN, seperti Malaysia dan Thailand telah memulai kegiatan perdagangan karbon.
Penulis: Andi M. Arief
Editor: Agustiyanti
12/10/2023, 06.30 WIB

Indonesia memiliki potensi nilai dari perdagangan karbon terbesar di Asia Tenggara. Asosiasi Pengusaha Indonesia mendorong agar pemangku kepentingan memanfaatkan potensi tersebut dengan mendorongnya dapat diperdagangkan secara internasional.

Ketua Umum Apindo Shinta W Kamdani mengatakan, sebagian negara ASEAN, seperti Malaysia dan Thailand telah memulai kegiatan perdagangan karbon. Sektor swasta di kedua negara tersebut sudah mendapatkan manfaat perdagangan karbon meski potensi penyerapan karbonnya lebih kecil dibandingkan Indonesia.

"Ini yang selalu saya bilang ke pemerintah. Kami menyadari pencapaian NDC itu penting, tapi kesempatan untuk cara mencapainya ini jadi topik penting," kata Shinta dalam konferensi pers, Rabu (11/10).

NDC adalah singkatan dari Nationally Determined Contribution terkait penurunan emisi di dalam negeri. Pemerintah menargetkan Indonesia dapat mencapai NDC secara mandiri adalah 31,89% pada 2030, dan menjadi 43,2% jika dengan dukungan internasional.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mendata pengurangan emisi pada 2021 mencapai 69,5 juta ton CO2 ekuivalen (CO2e) secara nasional. Angka tersebut naik dari capaian 2022 sejumlah 64,4 juta ton CO2e.

Shinta mengatakan mekanisme perdagangan karbon akan dibahas di Konferensi Perubahan Iklim PBB 2023 pada akhir tahun ini. Menurut dia, pemerinta kemungkinan melakukan negosiasi terkait perdagangan karbon dengan negara lain dalam ajang tersebut.

"Secara prinsip Indonesia siap. Banyak proyek hijau di Indonesia yang sudah siap, tinggal diperbolehkan untuk melakukan perdagangan karbon internasional saja," ujarnya.

PT Bursa Efek Indonesia sebelumnya telah menerbitkan Bursa Karbon pada 29 September 2023. Nilai transaksi hari pertama mencapai Rp 29,2 miliar dengan volume karbon sejumlah 459,95 ton CO2 ekuivalen.

Berdasarkan penelusuran Katadata.co.id, emiten yang tergabung dalam bursa karbon bergerak di sektor transportasi, perbankan, dan energi. Ketua Bidang Industri Manufaktur APINDO Bobby Gafur Umar mengatakan, sektor manufaktur masih membutuhkan waktu sebelum aktif dalam bursa tersebut.

Gafur menilai adopsi sektor manufaktur pada bursa karbon akan serupa dengan adopsi pasar berjangka. Selain itu,  implementasi Pajak Karbon diundur menjadi pada 2025.

"Kita tidak bisa lagi buang limbah sembarangan. Kalau pajak karbon ditetapkan pada 2025, otomatis ada kompensasinya, yakni harga produk hijau akan premium," katanya.



Reporter: Andi M. Arief