Asosiasi Industri Baja dan Besi menilai masih ada ketidakseimbangan pada neraca industri besi dan baja di Tanah Air. Investasi asing diperlukan untuk mengisi kesenjangan tersebut.
Ketua Umum Indonesian Iron and Steel Industry Association Purwono Widodo mengatakan tantangan industri baja saat ini adalah kapasitas produksi di sektor hulu. Sektor hulu industri baja adalah pengolahan bijih baja menjadi ingot yang membutuhkan investasi besar. Untuk itu, menurut dia, dibutuhkan investasi asing untuk masuk ke sektor tersebut.
"Untuk produksi 1 juta ton di hulu industri baja perlu US$ 1 miliar. Ini yang kami rencanakan bersama pemerintah ke depannya. seperti apa pemenuhan investasi tersebut," kata Purwono di Kantor Kementerian Perindustrian, Senin (23/10).
Purwono mencatat, investasi ke industri baja dalam beberapa tahun terakhir mencapai US$ 15 miliar. Seluruh investasi tersebut menyerap 300.000 tenaga kerja baru.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, industri baja memiliki potensi untuk berkontribusi besar dalam pembangunan ekonomi. Industri baja memiliki nilai tambah tinggi dan efek penggandaan di dalam negeri sebagai induk semua sektor manufaktur.
Oleh karena itu, industri baja mampu berperan meningkatkan daya saing ekonomi nasional. Oleh karena itu, kebijakan pada sektor industri ini harus betul-betul tepat.
"Kementerian Perindustrian terus menerus berkomitmen untuk mendukung investasi dan inovasi dalam membangun struktur atau ekosistem industri baja," kata Agus.
Ia menilai, perlu pemetaan yang tepat terkait investasi dalam penyeimbangan neraca produksi baja nasional. Menurutnya, hal tersebut sejalan dengan program substitusi impor pemerintah.
Menurut dia, neraca produksi tersebut penting lantaran pertumbuhan permintaan baja domestik dapat lebih cepat dibandingkan dengan kondisi produksi saat ini. Agus mencatat beberapa sektor industri yang bergantung pada industri baja adalah infrastruktur, transportasi, alat berat, pertahanan, dan elektronik.
Kementerian Investasi mendata investasi pada industri logam dasar, barang logam, bukan mesin dan peralatannya mencapai Rp 140,6 triliun. Secara rinci, senilai US$ 8,67 miliar berasal dari luar negeri dan Rp 17,52 triliun dari dalam negeri.