Kementerian Perindustrian menyatakan insentif pembebasan pajak impor mobil listrik atau EV telah masuk tahap harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM. Insentif tersebut dinilai penting untuk menekan harga dan meningkatkan produksi EV di dalam negeri.
Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kemenperin Taufiek Bawazier mengatakan penggodokan beleid tersebut dipimpin oleh Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi. Aturan tersebut akan merevisi Peraturan Presiden No. 55-2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai untuk Transportasi Jalan.
"Kami harus mendorong supaya semakin banyak pabrik EV agar harga EV harus turun," kata Taufiek di Gedung Kementerian Perindustrian, Senin (23/10).
Perpres 55 Tahun 2019 telah mengatur pembebasan pajak impor EV, tetapi dalam bentuk keadaan terurai lengkap atau CKD. Pembebasan pajak impor baru yang akan diatur pemerintah adalah dalam bentuk utuh atau CBU.
Taufiek menyampaikan, salah satu penyebab tingginya harga EV di dalam negeri adalah pasokan EV lokal yang tidak dapat memenuhi seluruh permintaan domestik.
Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia mendata total produksi EV lokal pada Januari-September 2023 baru mencapai 9.402 unit. Namun, penjualan EV di dalam negeri pada periode yang sama mencapai 10.171 unit.
Taufiek menilai bertambahnya produsen EV lokal dapat membantu mengubah perilaku konsumen otomotif nasional. Menurutnya, masyarakat perlu beralih dari kendaraan konvensional ke EV untuk mengurangi emisi karbon di dalam negeri.
Berdasarkan catatan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, terdapat 24,5 juta kendaraan bermotor di Jakarta sepanjang 2022. Sebanyak 19,2 juga di antaranya adalah sepeda motor.
KLHK mendata, presentasi kendaraan yang telah melalui uji emisi di DKI Jakarta baru mencapai 10%. Di Jakarta Pusat, total kendaraan yang telah melakukan uji emisi hanya 3,86%, sedangkan di Jakarta Utara sekitar 10,69%.
"Jadi ada dampak ganda dengan tumbuhnya pabrik EV di dalam negeri, masyarakat bisa dapat EV secara mudah dan murah. Kedua, dampak terhadap pengurangan emisi juga tinggi," ujarnya.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita sebelumnya menjelaskan, insentif pajak impor mobil listrik secara utuh atau CBU merupakan strategi peningkatan kapasitas produksi industri mobil listrik. Hal tersebut diperlukan lantaran target produksi mobil listrik atau EV pada 2035 mencapai 1 juta unit.
Agus menyatakan peniadaan pajak impor mobil EV CBU diperlukan agar calon investor dapat menjajal pasar mobil EV domestik. Namun Insentif tersebut hanya diberikan kepada calon investor yang telah menyerahkan rencana investasinya ke pemerintah.
Insentif yang dimaksud Agus adalah penurunan bea masuk mobil EV CBU dari 50% menjadi 0%. Selain itu, Agus berencana meniadakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah mobil EV impor CBU yang saat ini mencapai 125%.
Seluruh insentif tersebut hanya diberikan pada calon investor yang sudah memasukkan rencana produksi dan investasinya ke pemerintah. Rencana tersebut akan menentukan kuota impor CBU yang akan diberikan oleh pemerintah.
Pemerintah sedang menimbang dua pendekatan dalam pemberian kuota impor mobil EV CBU tersebut, yakni berdasarkan realisasi investasi dan rencana produksi. Agus mencontohkan calon investor yang sudah merealisasikan investasinya sebanyak 50% akan diberikan kuota impor mobil EV CBU sebanyak 50.000 unit.
Kuota impor mobil EV CBU akan terus bertambah seiring realisasi investasinya di dalam negeri. Oleh karena itu, calon investor yang mencabut rencananya setelah melihat produknya gagal saat masa insentif berlangsung akan dikenakan sanksi.