Pemerintah Siapkan Rp 5,7 T untuk Antisipasi Lonjakan Permintaan Sawit

ANTARA FOTO/Budi Candra Setya/nym.
Ilustrasi. Pemerintah akan melakukan intensifikasi sawit melalui program penanaman kembali atau replanting guna mendorong produksi sawit.
Penulis: Andi M. Arief
Editor: Agustiyanti
2/11/2023, 13.34 WIB

Pemerintah menganggarkan US$ 380 juta atau setara Rp 5,7 triliun untuk mendorong penanaman kembali atau replanting tanaman sawit. Hal ini untuk memenuhi permintaan minyak sawit mentah atau CPO yang diperkirakan melonjak seiring meningkatnya populasi dunia. 

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut, populasi dunia diperkirakan naik 22,5% dari realisasi 2022 sejumlah 8 miliar orang menjadi 9,8 miliar orang pada 2050. Peningkatan penduduk tersebut membutuhkan tambahan minyak nabati sejumlah 200 juta ton per tahun.

"Minyak sawit dapat memenuhi permintaan tersebut lantaran dapat memproduksi 5 ton minyak nabati per hektar dan hanya membutuhkan 40 juta hektare lahan," kata Airlangga dalam Indonesia Palm Oil Conference, Kamis (2/11).

Airlangga mengatakan, pemerintah akan melakukan intensifikasi sawit melalui program penanaman kembali atau replanting guna mendorong produksi sawit. Pemerintah menyiapkan anggaran US$ 380 juta atau Rp 5,7 triliun untuk menanam kembali sawit di lahan seluas  180.000 hektare sejak 2017.

Airlangga menilai minyak kedelai dan minyak kanola membutuhkan lahan yang lebih banyak untuk memenuhi permintaan 2050. Ia menghitung, minyak kedelai membutuhkan tambahan lahan 445 juta hektare, sedangkan minyak kanola butuh tambahan seluas 290 juta hektare.

Menurut data Kementerian Pertanian yang diolah Badan Pusat Statistik, Indonesia memiliki perkebunan kelapa sawit seluas 14,9 juta hektare pada 2022 . Perkebunan kelapa sawit terbesar berada di Provinsi Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sumatra Utara, dan Kalimantan Timur.

Perkebunan sawit dengan luas terkecil berada di Provinsi Maluku Utara, Kep. Riau, Maluku, Jawa Barat, dan Gorontalo. Sementara, provinsi yang tidak memiliki perkebunan kelapa sawit adalah DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Utara, seperti terlihat pada grafik.

Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD sebelumnya mengatakan, pemerintah akan menghukum oknum penggelapan lahan sawit di dalam negeri. Sanksi tersebut akan proporsional dengan kerugian negara secara ekonomi.

Alternatif pertama sanksi adalah penyelesaian dengan denda administratif untuk mengganti kerugian negara. Namun jika korporasi tersebut tak kooperatif, maka mereka akan dipidana dengan menghitung kerugian perekonomian negara.

Mahfud mengatakan, angka kerugian perekonomian negara akan dihitung dengan pakar. Beberapa variabelnya adalah keuntungan gelap yang diperoleh hingga biaya kerusakan lingkungan akibat penguasaan lahan gelap.

"Itu akan dibebankan kepada mereka semua," kata Mahfud di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (26/9) dikutip dari Antara.

Reporter: Andi M. Arief