Siap-siap, Harga Tiket Pesawat Berpotensi Naik Imbas Mandat Biovatur

ANTARA FOTO/Jessica Wuysang/tom.
Ilustrasi. Kebijakan penggunaan Bioavtur berpotensi menaikkan harga tiket pesawat.
Penulis: Andi M. Arief
Editor: Agustiyanti
2/11/2023, 15.24 WIB

Pemerintah mengatur kewajiban maskapai untuk menggunakan minyak nabati sebagai campuran bahan bakar avtur mencapai 5% pada 2025. Kebijakan penggunaan Bioavtur ini berpotensi mengerek rata-rata harga tiket pesawat mencapai US$ 3 atau Rp 47 ribu hingga Rp 221 ribu pada 2030. 

Head of Bioenergy Apical Group Aika Yuri Winata menjelaskan, transisi penggunaan bioavtur akan memakan biaya hingga triliunan dolar Amerika Serikat. Oleh karena itu, menurut dia, pemakaian bioavtur diperkirakan akan meningkatkan rata-rata harga tiket penerbangan senilai US$ 3 sampai US$ 14 pada 2030.

"Angka tersebut akan naik menjadi US$ 13 sampai US$ 38 pada 2050," kata Aika dalam Indonesia Palm Oil Conference 2023, Kamis (2/11).

Aika menilai kenaikan tarif pesawat tersebut dibutuhkan untuk perjalanan yang lebih berkelanjutan.

Ia juga menilai perlu mandat bioavtur yang lebih perinci dari aturan yang ada saat ini. Aturan terkait mandat penggunaan bioavtur harus menetapkan target pengurangan emisi karbon, bahan baku bioavtur dan pihak yang mendapatkan mandat. Selain itu, mandat kewajiban penggunaan Bioavtur juga harus diselaraskan dengan negara lain, setidaknya di Asia Tenggara.

"Kalau ada negara yang kebijakannya tidak senada, makan akan ada arbitrase peluang. Jadi, harus ada peluang pemanfaatan bioavtur secara regional," kata dia.

Aika menilai, penyelarasan kebijakan terkait mandat bioavtur penting untuk menjamin pengembalian investasi produsen bioavtur. Ia menaksir nilai investasi yang dibutuhkan dalam fasilitas produksi pencampuran bioavtur mencapai ratusan juta dolar Amerika Serikat.

Berdasarkan penelusuran Katadata, Apical Group telah membangun anak usaha produsen bioavtur dengan investasi hingga € 1 miliar di Spanyol. Pabrik tersebut dijadwalkan beroperasi pada paruh pertama 2026 dengan kapasitas produksi 500.000 ton bioavtur per tahun.

"Investasi bioavtur tanpa mandat yang jelas akan membuat pengusaha bertanya-tanya setelah menghabiskan ratusan juta Dolar Amerika Serikat," ujarnya.

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Yudo Dwinanda Priaadi mengatakan pemerintah akan fokus dalam implementasi bioavtur dengan campuran 2,4%. Biomassa yang dicampur dalam bioavtur tersebut adalah Minyak Inti Kelapa Sawit atau PKO.

Yudo menilai implementasi program bioavtur 2,4% atau J2,4 dapat dilakukan lantaran Indonesia merupakan produsen minyak sawit mentah atau CPO terbesar dunia. Dengan demikian, seluruh PKO tersebut dapat dipasok dari dalam negeri.

Pemerintah menargetkan campuran minyak nabati dalam bahan bakar minyak untuk transportasi udara dapat mencapai5% pada 2025. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit atau Gapki mendata peningkatan program bioavtur tersebut membutuhkan peningkatan produksi PKO di dalam negeri.

Berdasarkan data Gapki,  produksi PKO mentah pada 2022 mencapai 4,5 juta ton. Seluruh produksi tersebut diserap oleh industri oleokimia sejumlah 3,1 juta ton, ekspor berbentuk PKO olahan sebesar 1,3 juta ton, dan ekspor PKO sebanyak 100.000 ton.

Mengutip Databoks, konsumsi avtur tertinggi pada 2011-2021 terjadi pada 2018 yang mencapai 5,7 juta kiloliter, sedangkan terendah pada 2021 atau hanya 2 juta kiloliter. Dengan demikian, implementasi J5 secara keseluruhan pada 2025 membutuhkan PKO sejumlah 100.000 sampai 285.000 ton.

Jika seluruh ekspor PKO dialihkan ke program J5, masih ada sisa kebutuhan sekitar 185.000 ton jika konsumsi avtur pada 2025 seperti 2018. Namun Yudo menyampaikan pemerintah belum akan menaikkan campuran bioavtur tersebut dalam waktu dekat.

"Kami akan cek kebutuhan PKO untuk program J5, sekarang target kami untuk mengamankan implementasi J2,4 ini agar konsisten," katanya.

Reporter: Andi M. Arief