Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi menilai akar penyebab naiknya rata-rata nasional harga gula menembus Rp 16.000 per kilogram adalah importir gula. Sebab, importir gula hanya merealisasikan 26% atau sekitar 260.000 ton secara tahun berjalan.
Badan Pangan Nasional mencatat izin impor yang telah diterbitkan pemerintah adalah 991.000 ton. Angka tersebut sekitar 30% dari kebutuhan gula nasional mencapai 3,41 juta ton tahun ini.
"Siapapun yang sudah mendapatkan izin impor gula, tugasnya realisasi impor. Kalau realisasi importir enggak bagus, kami kaji ulang tahun depan enggak perlu dapat lagi izin impor gula," kata Arief di Gedung DPR, Rabu (8/11).
Arief mencatat pihak yang tidak merealisasikan izin impor tersebut adalah perusahaan negara maupun swasta. Menurutnya, seluruh importir gula harus menanggung peningkatan harga gula global secara mandiri.
Dengan kata lain, Arief belum berniat untuk menerbitkan insentif untuk mendorong impor gula ke dalam negeri. Walau demikian, Arief telah mengubah Harga Acuan Pemerintah gula konsumsi di tingkat konsumen.
Bapanas mendata rata-rata nasional harga gula konsumsi telah mencapai Rp 16.160 per kilogram hari ini, Rabu (8/11). Angka tersebut naik 13,32% dari periode yang sama tahun lalu senilai Rp 14.260 per kg.
Harga gula tertinggi ditemukan di Papua yang mencapai Rp 19.590 per kg. Sementara itu, harga gula terendah ada di DKI Jakarta atau hanya 14.920 per kg. Dengan kata lain, harga gula di dalam negeri telah di atas Harga Acuan Pemerintah di tingkat konsumen senilai Rp 14.500 per kg.
Oleh karena itu, Arief mengaku telah menaikkan HAP gula di tingkat konsumen menjadi Rp 16.000 per kg sejak awal pekan ini, Senin (6/11). Arief menekankan perubahan HAP tersebut hanya berlaku pada gula yang di jual di ritel modern.
Arief mengatakan HAP gula konsumsi di pasar tradisional tidak berubah. Sebab, harga gula di pasar tradisional umumnya telah lebih tinggi dibandingkan ritel modern.
Arief menilai peningkatan HAP dilakukan lantaran pasokan gula di dalam negeri telah menipis. Menurutnya, langkah tersebut dapat mendorong realisasi izin impor gula guna menjaga ketersediaan gula konsumsi di dalam negeri.
"Sekarang sudah terlanjur harga gula di luar negeri sudah US$ 27 sen per pon. Kami harus sepakat bahwa ketersediaan nomor satu," ujarnya.
PT Rajawali Nusantara Indonesia atau ID Food akan mengimpor gula konsumsi sebesar 125 ribu ton lagi akhir tahun ini. Dengan demikian, total impor gula konsumsi mencapai 250 ribu ton pada 2023.
Direktur Utama ID Food, Frans Marganda Tambunan, mengatakan impor gula konsumsi dilakukan untuk menjaga harga di pasar domestik. Perusahaan pangan pelat merah ini juga berencana menjaga stok gula pemerintah untuk mengantisipasi lonjakan harga di perpindahan tahun 2023/2024.
Dia mengatakan, kenaikan harga gula konsumsi saat ini salah satunya disebabkan oleh mulai berakhirnya asa penggilingan tebu. Frans berencana untuk menyiapkan stok penyangga gula konsumsi di dalam negeri agar harga gula konsumsi domestik tidak terus menanjak.
"Kalau makin ke ujung tahun itu potensi kenaikan harga gula konsumsi makin tinggi, karena musim giling tebu sudah selesai. Antisipasi kami adalah tidak menghabiskan stok yang dimiliki," kata Frans kepada Katadata.co.id, Rabu (4/10).