Dampak Boikot Produk Israel, Transaksi Ritel Modern Bisa Anjlok 50%

ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/foc.
Ilustrasi. Sebagian masyarakat memboikot sejumlah produk yang dianggap terkait Israel di tengah perang di Palestina.
Penulis: Andi M. Arief
Editor: Agustiyanti
15/11/2023, 17.43 WIB

Asosiasi Pengusaha Pemasok Pasar Modern Indonesia atau AP3MI memproyeksikan aksi boikot produk yang terafiliasi dengan Israel berpotensi menggerus transaksi di pasar modern hingga 50%. Mayoritas barang yang ada dalam daftar boikot merupakan produk pareto.

Produk pareto adalah barang yang berkontribusi hingga 80% dari total barang di pasar modern, tetapi kontribusi ke transaksi hanya 20%. Umumnya produk pareto adalah produk konsumer seperti shampo, susu balita, dan minuman ringan.

"Pengurangan penjualan produk pareto biasanya dari isu yang kecil dan berkembang. Mungkin transaksi di pasar hilir bisa berkurang sampai 50% dan target ekonomi pemerintah akan sulit tercapai," kata Sekretaris Jenderal AP3MI Uswati Leman Sudi dalam konferensi pers, Rabu (15/11).

Menurut Uswati, dampak aksi boikot tersebut memang belum terlihat lantaran baru berjalan kurang dari seminggu. Namun, ia mengingatkan bahwa aksi tersebut dapat berdampak  hingga ke pabrik.

Ia menyampaikan dampak terburuk dari program boikot tersebut adalah pengurangan tenaga kerja di sektor manufaktur. Sebagai contoh, PT Nestle Indonesia telah melakukan pemutusan hubungan kerja pada 126 karyawannya di Pabrik Kejayan.

Uswati menegaskan, pabrikan tidak menentang aksi boikot yang dilakukan oleh masyarakat. Namun, ia menjelaskan bahwa produk-produk dengan merek yang diboikot telah diproduksi di dalam negeri dan pabrikan tidak memberikan sumbangan langsung kepada Israel.

"Kami berharap aksi boikot jangan terlalu lama. Kami menanti pemerintah hadir untuk bisa menegaskan dampak boikot ini agar tidak gamang," ujarnya.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia Roy Nicholas Mandey mengatakan, dampak dari aksi boikot baru akan terlihat pada Desember 2023. Dampak tercepat dapat dilihat pada pengurangan produktivitas di pabrikan dan pergerakan dana investasi.

Roy sepakat bahwa dampak terburuk dari aksi boikot tersebut adalah pengurangan tenaga kerja di sisi pabrikan. Ini karena ritel modern akan mulai mengurangi pembelian produk-produk yang diboikot untuk menjaga bisnis.

"Bagaimana mungkin kalau produktivitas turun dan menjaga jumlah tenaga kerja? Jadi, hubungannya pasti langsung," katanya.

Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah sebelumnya menyatakan bahwa ia menghargai aksi boikot tersebut sebagai bentuk kepedulian masyarakat. Namun, ia menilai perlu pemangku kepentingan perlu menjaga keseimbangan dari aksi boikot tersebut.

Ida mengatakan, keseimbangna dalam program boikot produk Israel tersebut perlu dijaga agar tidak menimbulkan kekhawatiran. Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Kemenaker perlu melakukan komunikasi intens dengan pemangku kepentingan.

"Perlu komunikasi intens dengan teman-teman yang ada di perusahaan-perusahaan yang berafiliasi dengan Israel dan negara-negara sekutunya," kata Ida dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR, Selasa (14/11).

Ida mengatakan, komunikasi intens tersebut bertujuan agar aksi boikot tidak mengganggu kesempatan masyarakat yang bekerja pada perusahaan-perusahaan tersebut.

Reporter: Andi M. Arief