Pemerintah akan mendorong ekspor lebih besar ke pasar nontradisional, seperti India, Pakistan, dan Meksiko. Ekspor Indonesia selama ini didominasi untuk tujuan Cina, Amerika Serikat, dan negara-negara Eropa.
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menjelaskan, diversifikasi ekpor ke negara-negara non tradisional dibutuhkan untuk menanggulangi perlambatan ekonomi dunia yang berdampak pada pasar tradisional Indonesia.
"Kalau ekonomi melambat pasti daya beli turun, harga komoditas turun, semua variabel akan turun. Akan tetapi, kami tetal mencari pasar-pasar baru," kata Zulhas dalam rapat kerja bersama Komisi VI DPR, Senin (27/11).
Zulhas memaparkan, mayoritas dari 30 negara tujuan ekspor Indonesia mengalami penyusutan secara nilai pada Januari-Oktober 2023. Namun, masih ada enam negara yang mencatatkan pertumbuhan nilai ekspor, yakni Bulgaria, Arab Saudi, Meksiko, Spanyol, Uni Emirat Arab, dan Swiss.
Pertumbuhan nilai ekspor terbesar pada Januari-Oktober 2023 terjadi pada Bulgaria atau sekitar 45% secara tahunan menjadi sekitar US$ 290 juta. Sementara itu, penurunan nilai ekspor terendah adalah untuk tujuan Pakistan atau hampir 30% menjadi US$ 2,5 miliar.
Mayoritas nilai ekspor Indonesia masih didominasi dengan tujuan ke empat negara. Ekspor ke Cina mencapai US$ 51,16 miliar, India senilai US$ 16,44 miliar, Amerika Serikat senilai US$ 19,23 miliar, dan Jepang senilai US$ 15,84 miliar.
Badan Pusat Statistik mengumumkan surplus neraca perdagangan sepanjang Januari-Oktober 2023 anjlok dari US$ 244,06 miliar pada Januari-Oktober 2022 menjadi US$ 214,41 miliar. Surplus turun meski impor secara kumulatif juga turun dari US$ 198,62 miliar menjadi US$ 183,19 miliar.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Pudji Ismartini mencatat, neraca perdagangan Indonesia pada bulan lalu mengalami surplus besar dengan India, Amerika Serikat, dan Filipina masing-masing US$ 1,45 miliar, US$ 1,12 miliar, dan US$ 905 juta. Sementara defisit perdagangan terbesar pada bulan lalu dicatatkan Indonesia dengan Australia, Thailand, dan Brasil masing-masing US$ 408 juta, US$ 322 juta, dan US$ 243 juta.
Pudji menjelaskan, surplus dengan India didorong oleh komoditas bahan bakar mineral, bijih logam, serta lemak dan minyak nabati/hewani. "Surplus dengan AS disumbangkan oleh komoditas mesin dan perlengkapan elektrik, alas kaki, serta lemak dan minyak hewan/nabati," kata dia.
Adapun defisit perdagangan dengan Australia disumbangkan oleh komoditas bahan bakar mineral, bijih logam, hingga gula.