Pengusaha: Aturan Baru Impor Bikin RI Makin Sulit Bersaing dengan Cina

ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/tom.
Ilustrasi. Permendag No. 36 Tahun 2021 menjadikan 12 pos tarif bahan baku plastik dilarang terbatas.
Penulis: Andi M. Arief
Editor: Agustiyanti
19/1/2024, 17.25 WIB

Asosiasi Plastik Hilir Indonesia atau Aphindo menyatakan keberatan terhadap Peraturan Menteri Perdagangan No. 36 Tahun 2023 yang menggeser pengawasan impor dari post-border ke border. Aturan yang memperketat arus impor di Pelabuhan ini dianggap membuat produk plastik hilir Indonesia makin sulit bersaing dengan Vietnam dan Cina.

Ketua Umum Aphindo Henry Chevalier menilai, kebijakan tersebut akan menekan daya saing industri plastik hilir di dalam negeri. Permendag No. 36 Tahun 2021 menjadikan 12 pos tarif bahan baku plastik dilarang terbatas.

Menurut Henry, beleid tersebut tidak sesuai dengan karakteristik industri plastik hilir. Ini karena beleid tersebut membuat pabrikan harus mengimpor seluruh bahan baku selama setahun. Padahal, pabrikan hanya beroperasi saat ada pesanan.

"Kami akan sulit mengatur itu. Ini yang agak repot buat kami dan akhirnya mempersulit kami untuk bisa leluasa. Sementara itu, industri hulu plastik dalam negeri tidak memproduksi semua jenis bahan baku di dalam negeri," kata Henry kepada Katadata.co.id, Jumat (19/1).

Henry mencatat, pabrikan plastik hulu baru dapat memenuhi bahan baku industri plastik hilir sebanyak 60%. Sementara itu, 40% bahan baku kebutuhan industri plastik hilir masih bergantung pada impor.

Selain itu, meurut dia, Permendag No. 36 Tahun 2023 mengubah Peraturan Menteri Perdagangan No. 25 Tahun 2022 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. Perubahan tersebut membuat pabrikan plastik hilir harus meminta rekomendasi impor ke Kementerian Perindustrian.

Henry mengatakan, perubahan ketentuan tersebut menyulitkan lantaran sebagian pabrikan hanya memiliki Angka Pengenal Impor Umum atau API-U. Pabrikan berpotensi kehabisan kuota impor yang ditetapkan pemerintah.

Permendag No. 36 Tahun 2023, menurut Henry, juga  menambah biaya impor bahan baku plastik karena harus melalui proses verifikasi dan bea masuk hingga 10%. Ia menghitung biaya verifikasi tersebut mencapai Rp 5 juta per kontainer.

Menurut Henry, aturan tersebut membuat daya saing produk plastik hilir yang sudah rendah makin tertekan. Produk plastik hilir jadi dari Cina dan Vietnam tidak dikenakan bea masuk karena perjanjian Area Perdagangan Bebas dengan ASEAN.

"Kami impor bahan baku saja sudah kena bea masuk 10%, sementara itu bahan baku di Cina lebih murah dibandingkan bahan baku di Indonesia," katanya.

Reporter: Andi M. Arief