Ketua Umum Gabungan Industri Pariwisata Indonesia Haryadi Sukamdani mengatakan sosialisasi Undang-Undang No. 1 Tahun 2022 tidak merata. Hal ini yang membuat pengusaha hiburan baru mengangkat masalah kenaikan pajak hiburan setelah diimplementasikan walaupun beleid tersebut diterbitkan pada 5 Januari 2022.
Kenaikan pajak hiburan merupakan konsekuensi dari penerbitan Undang-Undang No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintahan Daerah. Beleid tersebut menetapkan pajak untuk usaha diskotek, karaoke, klub malam, bar, dan spa naik menjadi 40% hingga 75%.
Haryadi menekankan, pelaku usaha hiburan tidak pernah dilibatkan dalam pembahasan UU No. 1 Tahun 2022 maupun peraturan turunanya di daerah. Oleh karena itu, pengusaha hiburan baru mengetahui aturan tersebut saat peraturan daerah terkait kenaikan pajak hiburan sudah diterbitkan awal tahun ini.
"Seharusnya pemerintah daerah sudah memanggil pelaku usaha sebelum menerbitkan peraturan daerah tersebut. Boro-boro kami, sesama pejabat negara juga kaget ada peraturan yang keluar seperti itu," kata Haryadi di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Jumat (26/1).
Haryadi menduga pemerintah pusat lepas tangan lantaran aturan turunan UU No. 1 Tahun 2022 menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Sosialisasi kenaikan pajak hiburan dinilai menjadi tanggung jawab pemerintah daerah.
Di sisi lain, Haryadi mengakui komunikasi antara pengusaha hiburan di dalam negeri kurang efektif lantaran para pengusaha di bidang ini kurang solid. Ini yang menyebabkan lambannya respons para pengusaha tersebut.
Pemerintah telah menerbitkan Surat Edaran No. 900.1.13.1/403/SJ yang intinya mengizinkan pemerintah daerah memberikan insentif fiskal pada pengusaha hiburan. Surat tersebut intinya menegaskan wewenang pemerintah daerah dalam menentukan pajak daerah seperti dalam Pasal 101 UU No. 1 Tahun 2022.
Pajak hiburan di daerah dapat tidak berubah seperti tahun lalu sebesar 10% secara nasional. Namun, kini terdapat 15 pemerintah daerah yang menaati UU No. 1 Tahun 2022 dan menaikkan pajak hiburan di daerahnya hingga 75%.
"Kami minta pada Pak Luhut untuk bantu mengkomunikasikan surat edaran tersebut ke kepala daerah, karena banyak kepala daerah yang ragu dan mungkin takut," kata Haryadi.
Haryadi berpendapat bantuan sosialisasi tersebut dibutuhkan agar pajak hiburan tidak berubah. Sebab, Haryadi menilai industri hiburan di dalam negeri akan gulung tikar kalau kenaikan pajak hiburan diberlakukan.
Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Kemenkeu Lydia Kurniawati Christyana sebelumnya mengatakan penerbitan UU No. 1 Tahun 2022 tidak tiba-tiba. Selain itu, pemerintah daerah telah diberikan masa transisi hingga 2 tahun dalam penggodokan aturan turunannya.
Lydia mencatat aturan turunan di daerah telah mengundang berbagai pihak, seperti akademisi dan Komisi Pengawas dan Persaingan Usaha Daerah. Selain itu, aturan turunan di daerah ditentukan berdasarkan kesepakatan pemerintah daerah dan DPRD setempat.
"Undang-undang ini produk hukum yang dibahas bersama pemerintah dan legislator. Artinya, aturan itu masukan dari berbagai pihak, yang salah satu dari narasumbernya mengusulkan alasan dengan bahasa sosial-religi," kata Lydia dalam konferensi pers di Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Senin (22/1).
Maka dari itu, Lydia menegaskan pemerintah daerah harus mulai menarik pajak dengan aturan yang baru. Pada saat yang sama, pemerintah daerah memiliki hak prerogatif untuk memberikan pengurangan, pengecualian, maupun penghapusan pajak hiburan tertentu di daerahnya.
Menurut dia, Kepala Daerah atau Wakil Daerah dapat berkomunikasi dengan para pelaku usaha terkait pemberian insentif fiskal tersebut.
"Hal ini dalam rangka mendukung pemulihan ekonomi khususnya para pelaku usaha yang baru tumbuh berkembang pasca pandemi Covid-19 dan untuk mengendalikan inflasi," tulis Surat Edaran (SE) Mendagri Nomor 900.1.13.1/403/SJ yang ditandatangani Mendagri Tito Karnavian pada 19 Januari 2024.